Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga_ Edisi Olwen

 

Penanda masuk Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga Belitung
Dok pribadi - Penanda masuk Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga, Belitung.


  

 

“Para nelayan tahu bahwa laut itu berbahaya dan badai itu mengerikan.

Tetapi, mereka tidak pernah menemukan bahaya untuk alasan bertahan di darat.”

—Vincent Van Gogh—

 

 


 

 

Dari pantai Bukit Berahu, kami—Yunis, Icky, dan Pak Sugeng—mampir ke Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga yang letaknya memang berdekatan. Pak Sugeng bilang, kalau permukiman nelayan ini dihuni tidak lebih dari 100 kepala keluarga yang mayoritas merupakan pendatang dari beberapa tempat di Indonesia terutama dari Sulawesi, dan setelah beberapa lama ada juga pendatang yang kawin mawin dengan orang lokal.

 

Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga Belitung
Dok pribadi - Suasana pantai di Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga, Belitung.

Mayoritas kegiatan harian masyarakat kampung adalah menangkap ikan—kebanyakan jenis ikan Lais—kemudian mengolahnya menjadi ikan asin. Oleh karena itu, kawasan ini dikenal sebagai penghasil ikan asin terbesar di Belitong. Biasanya hamparan ikan dijemur menjadi salah satu pemandangan unik memikat. Namun harihari belakang dengan cuaca tak menentu membuat nelayan tidak melaut. Hingga hampir tak ada ikan untuk diolah menjadi ikan asin. Menyisakan jemuran ikan dari persedian sebelumnya yang juga tak banyak.

 

Sudah hampir tengah hari, cuaca tergolong adem dengan angin bertiup kencang. Tak ada tandatanda matahari akan meninggi, muncul sekelebatan kemudian tertutup awan lagi. Yunis dan Icky berjalan menuju dek tempat perahuperahu nelayan ditambatkan. Dua orang nelayan yang tengah sibuk dengan perahunya melirik kami. “Mau keliling pulau pak?” tanya salah seorang kepada kami. “Sewa perahu berapa pak? Bisa ya dari sini keliling pulau?”, jawab Yunis balas bertanya. “Perahunya tidak dipakai melaut?”, Icky ikut bertanya. “Cuaca sedang ekstrim. Angin kencang, jadi tidak bisa melaut.”, jawab seorang nelayan berkaos putih.

 

Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga Belitung
Dok. pribadi - Icky tengah berbincang dengan salah seorang nelayan di Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga.

Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga Belitung
Dok pribadi - Perahuperahu nelayan di Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga, Belitung.

Rupanya jika tidak bisa melaut, perahuperahu penangkap ikan tersebut disewakan kepada pelancong untuk dipergunakan kegiatan keliling pulaupulau kecil atau biasa disebut hopping. Besaran biaya yang dikenakan untuk menyewa satu buah perahu adalah Rp.500.000,- dengan durasi waktu sekitar 3 – 6 jam. Tidak ada perbedaan harga sewa antara hari biasa dengan hari libur, para nelayan ini siap mengantar anda berkeliling dengan suka cita. Dari kampung nelayan ini dapat terlihat pulaupulau kecil, seperti pulau lengkuas, pulau burung dan pulaupulau kecil sekitarnya.

 

Sejauh mata memandang, perahuperahu nelayan mengapung di tepi pantai, tertambat pada pancangpancang tiang dan berjajar di sekitar dek. Angin bertiup semakin kuat, kami pun berpamitan pada kedua nelayan yang tak terusik dengan kehadiran kami. Dengan senyum ramah, mengangguk membalas salam kami, kemudian menekuri kembali perahunya.yk[]

 



Yunis Kartika di Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga Belitung
Foto by Icky - Yunis Kartika di Kawasan Permukiman Nelayan Tanjung Binga, Belitung.


 

 

“Di sini baru aku mengerti,

kenapa nelayan membelah perahunya menjadi kayu api

dan mengiris pukatnya untuk sarapan pagi.”

—Awang Abdullah—

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PS : sila menulis komentar, membagikan, atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^

 

0 comments:

Post a Comment