Kisah Pengasingan dan Perjuangan Diplomasi di Pasanggrahan BTW Muntok_ Edisi Olwen
Foto by Koko Rudy - Yunis Kartika di depan gedung Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
“Berpedomanlah pada harapan dan ketetapan hati. Berpedomanlah pada citacita,
berpedomanlah pada impian dan anganangan.”
— Soekarno—
Apa yang ada
dibenak anda jika mendengar kata “pengasingan”, “diasingkan”, atau “dibuang”?
Dalam benak Yunis, ketiga kata tersebut merujuk pada dibatasinya gerak,
dikurung dalam sel, dan diisolasi dari segala bentuk interaksi sosial. Opini Yunis
ini bukan untuk menggiring anda pada pendapat yang sama, melainkan itulah
respon logisnya terhadap ketiga kata di atas. Jika yang terjadi adalah seperti
opini Yunis, tentu sangat menyeramkan. Jangankan untuk merumuskan suatu
tindakan besar bersama, untuk sekadar berbincang pun tak bisa. Syukurlah, bukan
itu yang terjadi kan. Pengasingan untuk tokoh negara dan rakyat biasa
nyata berbeda. Meski kebebasan dan kemerdekaan tetap terpasung, namun beberapa
fasilitas pendukung (semisal; bukubuku, karib seperjuangan yang bersama di satu
tempat, alat komunikasi, unsur pendukung mobilitas, dan masyarakat setempat)
mampu dioptimalkan untuk mewujudkan citacita Indonesia merdeka.
*
Dok pribadi - tugu baru yang dibangun sebagai penanda Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
Sore itu
kami tiba dengan disambut hangat pengurus Pasanggrahan Bangka Tin Winning
(BTW), yang mengenalkan dirinya dengan sebutan Om Anto. Meski jam kunjungan
mendekati akhir, Om Anto sangat antusias menjelaskan tentang pengasingan Bung
Karno dan Roemah Persinggahan BTW. Malah bersukacita mengambil dokumentasi kami
dan mengarahkan gaya serta memberi tahu titiktitik terbaik untuk ber-selfie-wefie-ria.
Dok pribadi - suasana Pasanggrahan BTW, Muntok, Bangka Barat. |
Dok pribadi - kamar tidur yang pernah dipergunakan para tokoh, Muntok, Bangka Barat. Dari kiri atas searah jarum jam : kamar Bung Karno, H. Agus Salim, kamar tamu dan Moh, Roem. |
Bangunan
berbentuk leter U atau tapal kuda ini terbilang luas. Terdapat banyak
kamarkamar tidur, ruangruang, kursikursi set, dan perabot lainnya. Yang paling
luas adalah ruang makan utama dengan meja panjang dan kursikursi berderet
saling berhadapan. Ruang perjamuan yang dipergunakan sebagai ruang perundingan.
Lemarilemari kaca penuh fotofoto beragam kegiatan bernada monokrom hitamputih.
Entah perasaan Yunis saja, entah memang ruanganruangan di wisma ini terasa lembap,
dingin, dan remang. Padahal dapat dipastikan bangunan ini bersih, terawat,
dengan sirkulasi udara dan cahaya matahari memadai. Penerangan ruang dengan penggunaan
lampu kuning menambah kesan nostalgia lampau semakin pekat. Terutama ketika memasuki kamarkamar pribadi yang pernah dipergunakan para tokoh.
Dok pribadi - ruang makan utama yang menjadi tempat perundingan di Pasanggrahan BTW, Muntok, Bangka Barat. |
Dok pribadi - koleksi fotofoto ragam kegiatan masa pengasingan di Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
Sudah tidak
terlalu banyak koleksi asli peninggalan para tokoh yang tersimpan di sana. Sebelum
Pemda mengambil alih dan menjadikannya sebagai salah satu cagar budaya,
bangunan beserta isinya sempat terbengkalai. Melihat kondisi memprihatinkan
tersebut, Megawati berinisiatif mengambil dan merawat barangbarang pribadi Bung
Karno yang masih tersisa di Pasanggrahan BTW, dan memberikan bantuan untuk
perbaikan gedung.
*
Dok pribadi - Wisma Ranggam tempo dulu, foto koleksi Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
Wisma
Ranggam atau yang kini dikenal dengan nama Pasanggrahan BTW dibangun pada tahun
1827 oleh Kolonial Belanda. Gedung awalnya berfungsi sebagai gedung pengadilan (Landraad).
Kemudian tahun 1951 dikelola perusahaan Pertambangan Timah Banka (Banka Tin
Winning) sebagai penginapan para karyawannya.
Tahun 1897 jauh
sebelum dipergunakan sebagai tempat pengasingan Bung Karno, H. Agus Salim, Ali
Sastroamidjojo dan Moh. Roem, sempat dipergunakan juga sebagai tempat
pengasingan seorang Pangeran dari Paku Alam bernama Kanjeng Pangeran Hario dari
Kesultanan Surakarta, akibat dari pembangkangannya terhadap perintah perang
melawan pasukan Aceh. Pangeran Hario malah balik berpihak kepada pasukan Aceh
untuk melawan Belanda. Ia ditangkap dan ditahan di gedung Landraad
Muntok, ia tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan masyarakat Muntok. Pada
tahun yang sama, Pangeran Hario menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan
di Muntok.
Dok pribadi - suasana masa pengasingan, foto koleksi Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
Dok pribadi - para tokoh dan masyarakat Muntok di depan Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. Foto koleksi MTI Muntok. |
Dari Muntok
untuk Indonesia adalah sebuah kisah yang tidak terlalu populer dalam ranah
persejarahan yang biasa dipelajari di sekolah. Van Bangka Begint De
Victorie atau Dari Bangka Datangnya Kemenangan, senyata
buktibukti yang ada. Pengasingan para tokoh kemerdekaan ke Muntok mengundang perhatian
dunia, termasuk UNCI (United Commission for Indonesia) bagian dari PBB yang
beberapa kali datang ke Muntok untuk melakukan perundingan. Perjuangan untuk mendapat
pengakuan kedaulatan dan gencatan senjata membuahkan hasil. Perundingan KMB memutuskan
adanya pengakuan dan penyerahan Kedaulatan kepada Negara Republik Indonesia
Serikat (RIS). Tanggal 27 Desember 1949 Indonesia diakui merdeka.
Dok pribadi - suasana perundingan di ruang makan utama Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. Foto koleksi Pasanggrahan BTW. |
Dok pribadi - plakat diserahterimakannya kembali pemerintahan RI ke Jogjakarta. |
Di ruang
makan utama Pasanggrahan BTW inilah bahan perundingan gencatan senjata, persyaratan,
dan segala tuntutan kepada Belanda dibicarakan serta disaksikan oleh UNCI. Di ruangan
yang sama pula, menjadi tempat penyerahterimaan Surat Kuasa kembalinya
pemerintahan RI ke Jogjakarta dari Bung Karno kepada Sri Sultan Hamengkubuwono
IX pada bulan Juni 1949.
Dok pribadi - ilustrasi Sang Saka Merah Putih ketika disatukan kembali di Pasanggrahan BTW, Muntok, Bangka Barat. |
Ada fakta menarik
untuk diketahui tentang perjalanan Sang Saka Merah Putih, dimana di Jakarta
Sang Saka Merah Putih pertama kali dikibarkan, ke Jogjakarta Sang Saka Merah
Putih dibelah dua untuk di pisah, dan ke Bangka Sang Saka Merah Putih
disatukan. Sehari sebelum bendera Sang Saka Merah Putih dibawa pulang kembali
ke Jogjakarta, Bung Karno menangis tersedusedu saat bendera dibentangkan di
ruang Pesanggrahan BTW. Kejadian mengharukan tersebut membangkitkan semangat
nasionalisme sehingga membuat Abang M. Yusuf Rasidi turut berujar; “Saya
sadari benar berapa banyak pengorbanan yang telah dituntut dari rakyat untuk
menegakkan bendera itu sebagai kejayaan kita.”
*Sumber
informasi didapat langsung dari Pasanggrahan BTW, Muntok, Bangka Barat. Teriring
kekaguman untuk para kuli tinta dan juru foto pada masa itu yang mengabadikan
sejarah Indonesia.
*
Dok pribadi - Om Anto dan sudut berfoto dengan pose ikonik Bung Karno di Pasanggrahan BTW, Muntok. |
Pesanggrahan
Menumbing dan Pasanggrahan BTW terkait sangat erat. Kedua tempat ini bernilai
sejarah tinggi sebagai tempat pengasingan tokohtokoh kemerdekaan Republik
Indonesia. Dari Muntok akhirnya tercapai diplomasi yang membuahkan kemenangan. Masih
banyak sejarah Indonesia yang tercecer. Serupa puzzle menunggu disatukan.
Termasuk bendabenda bersejarah yang belum pulang ke “rumah”. Semoga catatan
kecil ini menggugah mereka yang mencintai sejarah Bumi Pertiwi, dan
tergerak untuk terus menyatukan kepingan puzzle sejarah yang berserak
menjadikan buku besar sejarah Indonesia yang lengkap.
Sebelum pulang,
anda wajib berfoto dengan pose ikonik Bung Karno; kaki menyilang, tangan bertumpuk
ditaruh di atas paha, dan arah pandang melirik ke kanan. Om Anto tentu saja
akan sabar mengarahkan gaya anda untuk mendapatkan kemiripan separipurna
mungkin (terimakasih Om Anto, karena telah dengan riang dan hangat menyambut kami). Disertai gelak tawa, Yunis, Icky, dan Koko Rudy, bergantigantian
duduk di kursi yang telah di-setting untuk keperluan foto dengan latar
belakang lukisan Bung Karno dan foto repro dengan gayanya yang akan kita
tirukan. Boleh minta difoto berkalikali, kok... Selamat mencoba!yk[]
Foto by Koko Rudy - Yunis Kartika di depan gedung Pasanggrahan BTW Muntok, Bangka Barat. |
“Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.”
— Soekarno—
PS
: sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya
untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.
0 comments:
Post a Comment