Kota Tua Padang dan Jembatan Sitti Nurbaya_ Edisi 3Some Travelers

kota tua padang dan 3some travelers
3Some Travelers di Kota Tua Padang, Sumatera Barat.


 

 

“Bangunlah kekasihku umat Melayu.

Belahan asal satu turunan bercampur darah 

dari dahulu persamaan nasib jadi kenangan.”

-- Buya Hamka –

 

 

 

Apakah anda penggemar berat pelajaran sejarah dan geografi? Mmmm… seingat saya, sejak sekolah dasar hingga menengah dulu, keduanya tidak masuk dalam pelajaran favorit. Bagi saya dulu, sejarah adalah tentang menghapal tanggal penting suatu peristiwa, perang, dan berbagai kisah masa lampau dengan namanama tokoh yang acapkali sulit dilafalkan. Geografi kemudian berkaitan erat dengan sejarah dan budaya karena berbicara soal aktivitas manusia dengan alam (tempat) dan bagaimana pengaruhnya terhadap peradaban manusia. Semuanya berubah total ketika saya masuk kuliah jurusan Seni Teater. Bayangkan untuk melahirkan sebuah karakter, diperlukan pendalaman dan research menyeluruh untuk memberi latar belakang sosial dan budaya. Begitu pula untuk bisa memainkan sebuah tokoh, selain hapal teks naskah drama, diperlukan penghayatan peran melalui pendalaman latar belakang kehidupan sosial budaya si tokoh sehingga bisa memerankannya serealistis mungkin. Sejak itulah sejarah dan geografi berada dalam kategori favorit. Hell yea!! Mempelajari sejarah dan geografi praktis menjadi kebutuhan dasar ketika saya memutuskan memilih menjadi penulis sebagai profesi, baik untuk menulis fiksi mau pun non fiksi.

*

 

kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Gedung Geo Wehry and Co, Kota Tua Padang, Sumatera Barat.
 

Masih di kota Padang. Kali ini saya mengunjungi Kota Tua Padang atau disebut juga Padang Lama, yang berada di sekitar kawasan Batang Arau, Muara, Padang. Sejarah mencatat bahwa sepanjang sungai Batang Arau merupakan peradaban pertama di Kota Padang. Sekitar abad ke-14 Pelabuhan Muara dan Padang Lama mulai berkembang, dan sekitar akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, semakin ramai dengan aktivitas perdagangan antar negara. Padang Lama pesat sebagai kota besar di Sumatera pada masanya. Bahkan pemerintah Kolonial pernah menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan dan kekuatan militer.

 


kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Salah satu ruas jalan di Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

Kondisi Padang Lama saat ini sebagian besar terlihat lusuh, tak berpenghuni dan membutuhkan perawatan. Pada ruas jalan menuju arah Jembatan Sitti Nurbaya, suasana berubah lebih terbarukan. Kafekafe modern, minimalis, cute dengan aneka ukuran berdiri besebrangan dengan sisi sungai Batang Arau yang dipenuhi bermacammacam perahu. Perekonomian cukup menggeliat di sini, toko klontongan banyak berdiri. Beberapa diantaranya terlihat ramai. Padang Lama menjadi kawasan multi etnis; India, Tiongkok, Nias, Melayu, Jawa dan Minangkabau. Waktu untuk mengeksplorasi kawasan Padang Lama baiknya dilakukan pada pagi hari, atau sore menjelang malam. Upayakan jangan di siang bolong seperti yang saya lakukan. Bukan apaapa, panasnya hari akan terasa lebih menyengat karena area berjalan kaki dan trotoar lengang pepohon rindang..

 


kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Ruas jalan yang sudah di perbaharui, Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

Sedikitnya ada 6 (enam) bangunan di kawasan Padang Lama berada dalam kategori cagar budaya Dinas Pariwisata, yaitu:

1. Eks PT. Surya Sakti; dibangun sekitar akhir abad ke-19 sebagai kantor, yaitu PT. Surya Sakti. Kemudian dibeli oleh Dr. TD Pardede dan saat ini digunakan sebagai gereja.

2. Museum Bank Indonesia; didirikan pada tahun 1830, gedung ini dulu bernama De Javasche Bank, adalah eks gedung Bank Indonesia yang kini menjadi museum.

3. Gedung Geo Wehry and Co; berdiri sekitar tahun 1926, gedung ini adalah sebuah perusahaan dagang terkenal pada masanya. Kini digunakan sebagai gudang.

4. Padangsche Spaarbank; berdiri pada tahun 1908, pernah digunakan sebagai Kantor Bank Tabungan Sumatera Barat. Kini tidak dipergunakan lagi.

5. Klenteng See Hien Kiong; klenteng ini dibangun sekitar abad ke-19. Kerusakan cukup parah akibat gempa 2009, dan pada tahun 2010 dibangun ulang pada lahan di dekatnya.

6. Masjid Muhammadan; masjid ini merupakan peninggalan umat muslim keturunan India, dibangun pada tahun 1843 dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.


masjid muhammadan kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Masjid Muhammadan Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

*

   

Eksplorasi Kota Tua Padang berujung pada pangkal jembatan Sitti Nurbaya. Jembatan yang dibangun tahun 1995, menjadi penghubung Kota Tua Padang dengan Gunung Padang. Kita bisa menikmati pemandangan alam dari atas jembatan, Samudera Hindia ke arah barat, Bukit Barisan ke timur. Nama Jembatan Sitti Nurbaya memang diambil dari cerita klasik yang melegenda di daerah tersebut, dan dipopulerkan oleh Marah Rusli.

 

jembatan sitti nurbaya kota tua padang
Foto by Icky - Yunis Kartika di atas jembatan Sitti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat.

Jika suka membaca karya sastra Angkatan Balai Pustaka, tentu akan mengetahui novel roman Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, penulis kelahiran Padang tanggal 7 Agustus 1889. Novel yang diterbitkan tahun 1922 ini begitu terkenal dan lebih terkenal lagi ketika divisualkan menjadi film layar lebar, mini seri, sinetron dan yang terbaru diangkat menjadi drama musikal. Sitti Nurbaya dan Samsulbahri, seringkali dianggap sebagai “Romeo dan Juliet”-nya Indonesia. Kisah cinta dengan akhir tragis. Berlatar budaya Matriarki Minangkabau masa penjajahan Belanda, ditulis dengan bahasa indah, mendayu, puitis, penuh diksi dengan kalimatkalimat metafora. Tokoh utama dalam novel ini Sitti Nurbaya, Samsulbahri, dan Datuk Maringgih.

 

Alur cerita linear, Sitti Nurbaya dan Samsulbahri adalah teman kecil yang menjelma menjadi sepasang kekasih ketika beranjak remaja. Mereka berencana akan menikah setelah Samsulbahri menyelesaikan studinya menjadi dokter di Jakarta. Sementara itu Sitti Nurbaya menanti di kampung halaman. Ketika masa penantian, dimulailah intrik licik Datuk Maringgih hingga menyebabkan usaha ayahnya bangkrut dan terlilit hutang pada sang Datuk yang dikenal licik, jahat, kasar, dan tamak. Sebagai bakti anak pada ayahnya, Sitti Nurbaya menawarkan dirinya untuk diperistri Datuk Maringgih sebagai jalan keluar pengganti pelunasan utang piutang ayahnya. Cerita semakin rumit dengan konflik, tragedi demi tragedi tak terelakan. Para tokohnya dibenturkan pada budaya, adat, pemikiran, religi dan situasi melawan Belanda untuk menaikkan pajak di Padang. Peran anak bangsa dan bawahan penjajahan membuat bias moralitas tokoh utama protagonis dan antagonisnya yang dipengaruhi dendam dan konflik kepentingan pribadi. Sitti Nurbaya adalah korban dari semua kepelikan itu.

 

Sejujurnya tema buku ini sangat kompleks, bukan hanya sebatas kisah cinta mudamudi yang tidak berhasil bersatu. Lebih dari itu bagaimana budaya matriarki (mengacu pada sistem kepemimpinan dan budaya dari pihak perempuan atau pihak ibu) dan ketaatan agama menjadi landasan dalam kehidupan seharihari. Kotradiksi peran perempuan dan lakilaki, isu gender dan emansipasi. Untuk membedah novel ini kita perlu menyelami pemikiran pengarangnya, karena sebuah karya lebih sering didasari pengalaman dan konflik pribadi pengarang. Salah satu karakter tokohnya menjadi corong menyuarakan pikiran dan pendapatnya.

 

Marah Rusli bin Abu Bakar lebih dikenal dengan nama kepenulisannya Marah Rusli, dilahirkan di Padang. Ayahnya adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran yang bernama Sultan Abu Bakar, beliau adalah seorang Demang. Marah Rusli berpendidikan tinggi, menyukai bacaan bukubuku dari Barat, ia menikah dengan seorang gadis Sunda kelahiran Buitenzorg –kini Bogor—tahun 1911. Dikaruniai dua anak lelaki dan seorang perempuan. Pernikahannya dengan perempuan Sunda tidak diinginkan oleh orang tuanya, namun Marah Rusli bersikukuh pada sikapnya dan mempertahankan pernikahannya. Meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung, dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat. H.B Jassin memberi beliau gelar sebagai Bapak Roman Modern Indonesia.

*dari berbagai sumber.

 


sungai batang arau
Dokumentasi 3Some Travelers - Batang Arau dilihat dari atas jembatan Sitti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat.

Kawin paksa dan perjodohan adalah persepsi salah yang mengemuka di masyarakat atas kisah Sitti Nurbaya, Samsulbahri dan Datuk Maringgih, dan perlu diluruskan. Karena tidak sedikit kisah perjodohan oleh orangtua yang terjadi dalam kehidupan nyata, kemudian dikaitkan dengan kisah ini. Seolaholah menjadi pembenaran atas kisah tragis perjodohan. Yang tepat adalah, Sitti Nurbaya menempatkan dirinya sebagai seorang anak yang berbakti kepada orangtua, sehingga menyodorkan diri dan hidupnya dengan sukarela sebagai jalan keluar untuk permasalahan yang membelit ayahnya –di luar kompleksitas situasi dan budaya. Pengorbanan adalah harga mahal. Setelah tahu kebenarannya, tentu tak ada yang ingin menjadi Sitti Nurbaya, kan?

*

  

Matahari masih akan meninggi. Segelas kopi Americano ice menemani rehat siang di Taman Sitti Nurbaya sambil mengurai ingatan kala Novia Kolopaking memerankan tokoh Sitti Nurbaya dengan memesona.yk[]

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di depan Taman Sitti Nurbaya Padang, Sumatera Barat.

 

 

“Cinta bukanlah mainan sang waktu, sekali pun lewat bibir dan pipi yang merah bersemu. Dalam jangka sabitnya yang melengkung, 

cinta tak berubah bersama singkatnya jamjam dan mingguminggunya, 

melainkan justru semakin kuat hingga di ujung waktu.”

-- William Shakespeare --

 

 

 

 


 

 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^

 

 

 

0 comments:

Post a Comment