Keindahan Tersembunyi di Museum Adityawarman Padang_ Edisi 3Some Travelers
3Some Travelers di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
“Budaya akan memperluas pikiran dan semangat kita.”
-- Jawaharlal Nehru –
Bagaimana metode
belajar sejarah yang efektif, menurutmu? Lewat film dokumenter? Nonton saluran televisi
sejenis History dan NatGeo? Studi pustaka ke perpustakan daerah
atau umum? Berselancar di dunia internet? Atau mengunjungi museum? Ya, ya,
ya, bisa jadi semuanya kita ramu menjadi satu.
Adalah Museum
Adityawarman menjadi salah satu tempat yang saya kunjungi untuk mengenal budaya
Minangkabau. Beralamat di Jl. Dipenogoro No. 10 kota Padang, diresmikan oleh
Mendikbud Prof. DR. Syarif Thayeb, pada tanggal 16 Maret 1977. Penamaan museum
ini adalah untuk mengingat jasa seorang raja Minangkabau di abad 14 masehi. Jadwal
kunjungannya hari Selasa - Minggu, mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Hari
Senin museum ini tutup. Terdapat 6.217 koleksi dipamerkan meliputi; arkeologika,
biologika, etnografika, filologika, geologika, numismatika, teknologika,
keramalogika, dan temporer pameran kain tenun songket (sejak tahun 2021).
*
Dokumentasi 3Some Travelers - Bagian depan Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
Dalam perkembangan
sejarah, manusia telah meninggalkan sisasisa kehidupan berupa fosil, bendabenda
budaya (artefak) antara lain berupa bangunan/arsitektur, peralatan upacara,
peralatan rumah tangga dan sebagainya. Selain itu terdapat pula sisa bendabenda
lingkungan yang tidak dibentuk dan digunakan untuk menunjang hidupnya (ekofak),
serta lingkungan yang mengandung cagar budaya, baik yang ada di masyarakat
maupun yang tersimpan di museum. Museum Adityawarman merupakan museum umum
tingkat provinsi yang memiliki beragam koleksi khasanah budaya bangsa yang
perlu dilindungi dan dilestarikan karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dari warisan peninggalan masa lalu kita dapat
mengetahui perkembangan sejarah dan budaya suatu daerah.
Fosil Manusia
Purba dan Peralatannya
Pulau Jawa
salah satu tempat bagi penelitian manusia purba. Pada akhir abad ke-19 seorang
dokter Belanda, E. Dubois datang ke Indonesia menelusuri apa yang disebut
dengan “mata rantai yang putus” (missing link) dari evolusi manusia. Dari
hasil penggaliannya di Pulau Jawa ditemukan beberapa peralatan dari batu dan
fragmen. Fosil manusia purba oleh Dubois dihubungkan dengan Phitecanthropus Erectus.
Penggalian ini kemudian dilanjutkan di daerah lainnya di Indonesia baik oleh
bangsa asing, maupun bangsa Indonesia. Diantara hasil penggalian yang ditemukan
tersebut berupa fosil yaitu tenggorak homo erectus, tengkorak homo
sapiens, rahang, gigi, femur, dan peralatan dari batu seperti; chopper,
alat serpih, alat batu neolitik, Sumatralith, dan sebagainya.
Batuan
Ditinjau dari
tatanan geologinya, daerah Sumatera Barat mempunyai kandungan mineral yang
beraneka ragam. Semua jenis mineral, organik dan anorganik merupakan sumber
daya alam yang berguna bagi kehidupan manusia. Yang tergolong mineral organik
ialah minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Mineral organik disebut juga mineral
methalika yang terbentuk dari magma seperti timah, bauksit, nikel, emas, besi,
tembaga dan lainnya. Berbagai bahan galian merupakan komoditi mineral yang
mempunyai arti penting dalam pembangunan. Di museum ini bisa terlihat berbagai
jenis batuan.
Garepe (Batu Tulis)
Terbuat dari
sejenis batu yang halus berwarna hitam. Batu ini dibentuk empat persegi, tipis
dan licin, kemudian diberi bingkai dari kayu supaya tidak mudah pecah. Sebagai alat
tulis juga terbuat dari jenis batu yang sama yang dibentuk seperti pensil dan
bila tidak dipakai disimpan pada sebuah kotak.
Keramik Asing
Letak Indonesia yang strategis di jalur perdagangan menyebabkan masuknya barangbarang perdagangan asing ke Indonesia. Keramik, selain berupa barang dagangan juga berupa cinderamata atau hadiah dari suatu negara/kerajaan untuk Indonesia. Berasal dari Cina, Jepang, Eropa, Arab dan lainnya, berupa lempayan guci, kendi, piring, mangkok dengan berbagai bentuk, ukuran dan motif.
Dokumentasi 3Some Travelers - keramik di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
Kesenian Tradisional
Minangkabau
Kesenian
tradisional yang berkembang di Minangkabau dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar, yaitu kesenian yang berkembang di daerah darek (daratan)
dan kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir). Perbedaan letak
geo-historis tersebut juga menimbulkan perbedaan pada bentukbentuk kesenian tradisional
yang tumbuh dan berkembang pada masingmasing daerah.
Randai, Tari
Piring, Tari Payung, dan Tari Gelombang, merupakan seni tradisi Minangkabau
yang saat ini berfungsi sebagai seni pertunjukan hiburan, acara penyambutan
tamu kehormatan, dan acara seremonial. Lukah Gilo (anyaman lidi dan
rotan yang menggila), permainan anak nagari dalam mengendalikan semacam alat
penangkap ikan yang telah dimanterai oleh seorang pawang. Kemudian ada pula Tabuik,
yaitu pesta budaya masyarakat Pariaman yang diadakan setiap 1 sampai 10
Muharam. Proses pembuatannya disertai dengan serentetan upacara. Sebelum dibuang
ke laut, tabuik diarak keliling diiringi dengan alat musik gendang tasa.
Alat Transportasi
Dibuat
dengan teknologi sederhana, mempergunakan bahan yang ada di alam sekitarnya. Alatalat
tersebut sangat menunjang salah satu aspek keperluan hidup manusia dalam
mengangkut dan memindahkan barang kebutuhan seharihari dari suatu tempat ke
tempat lain, yang digerakkan dengan tenaga hewan seperti kerbau, sapi atau kuda.
Diantara alat transportasi tersebut berupa miniatur yaitu; bendi, pedati, osoh,
gerobak roda satu, gerobak roda tiga dan sepeda.
Dapur Tradisional
Minangkabau
Pada dasarnya
konsep makanan bagi orang Minangkabau adalah lamak (enak), artinya orang
Minangkabau lebih mementingkan rasa makanan. Hal ini tercermin dari Mamang
Adat; “condoang mato ka nan rancak, condoang salero ka nan lamak”, (mata
cenderung melihat yang indah, selera cenderung pada yang lezat). Dapur merupakan
tempat untuk memasak dan mengolah bahan makanan untuk keperluan seharihari. Beberapa
makanan tradisionalnya; ikan goreng, apik ayam, gulai daging, nasi lamak,
nasi kunyil, pinyaram, roda gandiang, bakubang, kue kamaloyang, wajik,
ondeonde, gelamai, pinyaram lemang inti dan kue karekare.
Dokumentasi 3Some Travelers - replika stempel kerjaan |
Warisan Budaya
Islam
Bangsa Indonesia
mengenal tulisan semenjak adanya hubungan dengan India. Ini dibuktikan dengan
banyaknya prasasti yang ditemui di Indonesia beraksara palawa dan bahasa
sansekerta. Dengan masuknya budaya Islam, kita mengenal tulisan Arab yang
terdapat pada batu nisan dan naskah dengan tulisan tangan. Di Minangkabau
naskahnaskah lama pada umumnya beraksara Arab yang ditulis seperti Al-Quran,
Fiqih, doadoa dan juga naskah berbahasa Arab-Malayu seperti Tabo dan Kaba
yang berisi tentang sejarah dan adat Minangkabau serta cerita rakyat. Aksara Arab-Melayu
juga diukirkan pada stempel milik kerajaan di Minangkabau; seperti stempel
kerajaan Siguntur, Pulau Punjung, Padang Laweh, Pagaruyung dan lainya.
Dokumentasi 3Some Travelers - koleksi Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
Masjid Bingkudu, Agam
Masjid ini
dibangun pada tahun 1823 M atau awal abad ke-19 oleh Haji Salam. Pada migrab
terdapat angka tahun, yaitu dengan menggunakan huruf Arab yang menunjukan angka
tahun 1316 H atau 1906 masehi. Angka tahun tersebut diduga merupakan angka
tahun pembuatan migrab. Pada masjid tersebut selain bangunan utama terdapat
juga kolam air yang terletak di sebelah barat, selatan bangunan masjid. Bangun utama
menghadap ke arah barat, dan pintu masuk utama di sebelah timur. Denah ruang
utama masjid berukuran 21 x 21 M. kaki bangunan masjid merupakan pondasi beton
setinggi 0,4 meter. Lantai masjid dari papan kayu yang disusun rata membujur
arah barat ke timur. Di dalam ruang utama masjid terdapat 25 buah tiang. Tiang utama
terletak di tengahtengah. Ruang utama masjid terbuat dari beton berbentuk segi
12 dan berdiameter 1,25 meter.
Kerajinan
Jenisjenis seni
kerajinan dapat dikelompokkan menurut bahan bakunya (rotan, logam, kayu, kulit
dan sebagainya) atau menurut teknik pembuatannya (ukir, ayaman, tenun, batik
dan sebagainya). Kemudian menurut fungsinya; seremonial dan kebutuhan
seharihari.
Ragam Pakaian
dan Perhiasan Minangkabau
Museum Adityawarman
memiliki beragam koleksi perhiasan ada yang terbuat dari batu, tanah, kayu,
emas, tembaga dan loyang. Perhiasan tersebut ada yang dipakai untuk kebutuhan
seharihari dan ada jugasebagai kelengkapan upacara adat. Dilihat dari fungsinya
ada perhiasan yang dipakai di kepala (hiasan atau tutup kepala), leher/dada, tangan/lengan,
jari, perhiasan pinggang, keris dan donsi.
Alat Musik
Tradisional Minangkabau
Kesenian Minang
umumnya bersifat kerakyatan, sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat
sejak dulu. Masuknya budaya Islam, China, Eropa membawa pengaruh terhadap
perkembangan kesenian daerah. Salah satu kesenian Minang yaitu seni musik,
untuk vokal disebut dengdang, sedangkan untuk instrumentalnya dikenal dengan
bunyibunyian disebut dengan karawitan seperti alat tiup, pukul, gesek dan
petik. Ada yang terbuat dari kayu, bambu, kulit binatang dan logam. Seperti
rabana, tambur, talempong dan sebagainya.
Dokumentasi 3Some Travelers - pameran songket di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
Ragam Hias
dan Makna Kain Tenun Songket Tradisional Minangkabau
Kata songket
berasal dari kata junket atau sungkit yang artinya meninggikan
benang lusi pada alat tenun dan memasukkan emas pelengkap. Songket telah muncul
sebagai penanda etnis bagi banyak orang. Memakai songket juga berarti Muslim
yang saleh untuk beberapa orang di Sumatera. Songket biasanya dipakai sebagai
pakaian ritual untuk pengantin dan penghulu, mencerminkan status sosial yang
tinggi bagi pemakainya. Contoh motif songket; salauak laka (anyaman
lidi), apiapi (inspirasi kunangkunang), batang padi, aka Cino (Akal
Cina), bijo antimun (biji mentimun), bikubiku (zigzag), tirai, sirangkak
lauik (sejenis kepiting laut), pucuak rabuang (pucuk rebung), bada
mudiak (teri mudik), sajamba makan (lambang kebersamaan), tampuak
manggih (tampuk manggis), dan lainnya.
Perkembangan
songket Minangkabau dimulai dari abad ke-16, lebih kurang 500 tahun yang
lampau. Sebelumnya masyarakat Minangkabau juga sudah memiliki kain tenun tetapi
masih sangat sederhana. Diuraikan temuan kain tenunan songket Minangkabau yang
tersimpan pada Santa Barbara Museum, CA, Amerika. Diantaranya adalah Songket
Minangkabau yang berasal dari Koto Gadang, Batipuah, Ampek Angkek, Tilatang Kamang,
Balai Gurah, Sungayang, Solok, Muaro Labuah, Saning Bakar, Silungkang,
Pariangan, Lintau, Batu Sangkat, Padang Magek, Pandai Sikek, Pitalah, Balai Cancang,
Taram, Gunung dan lainnya. Nagarinagari tersebut sebagian besar sudah tidak
memproduksi kain tenunan songket lagi, bahkan generasi yang ada sekarang tidak
mengetahui di kampung mereka dahulu pernah diproduksi songket yang berkualitas
sangat baik.
Dokumentasi 3Some Travelers - alat tenun dan ragam motif songket di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
Sangsata Kala
Di dalam tambo
Minangkabau dikatakan bahwa; pakaian kebesaran raja ditenun dari benang emas
bernama Sangsata Kala. Pandai penenun bergerak sendiri, ditenun anak bidadari
(Dt. Tueh 1985). Kain songket adalah tekstil mewah ditenun dengan tangan dalam
sutera atau katun halus yang dibungkus benang emas atau perak di seluruh
pakaian sebagai elemen dekoratif. Asimilasi budaya setempat dengan budaya yang
datang dari luar, tergambar dari perpaduan bahan, motif, dan teknik. Seperti unsur
dari Cina (Budha), India (Hindu) dan pengaruh unsur Arab (Islam).
*
Bagi saya
museum adalah rangkuman peristiwa suatu peradaban pada suatu masa dalam kurun
waktu tertentu. Seperti makanan terhidang lengkap; pembuka hingga penutup. Pengetahuannya
tersaripatikan serta teruji para ahli. Itu sebabnya kenapa saya senang
berkunjung ke museummuseum. Namun, menyederhanakan bahasa sejarah ke dalam tulisan
yang renyah dibaca masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi saya. Alhasil,
tulisantulisan saya berkait budaya dan sejarah seringkali masih terasa sangat text
book. Ya, belajar memang tidak berkesudahan selama kita hidup, mau tidak
mau akan selalu ada hal baru yang menuntut kita menyesuaikan diri dan
beradaptasi –semisal; kenormalan baru dampak dari pandemi yang tengah kita jalani
sekarang.
Mengunjungi Museum
Adityawarman laiknya mengupas lapis demi lapis keindahan tersembunyi kebudayaan
Minangkabau, sebagaimana tagline-nya; “The Hidden Beauties Of
Minangkabau Cultures."yk[]
Foto by Icky - Yunis Kartika di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat. |
“Tanpa ingatan, tidak ada budaya. Tanpa pengingat,
tidak akan ada peradaban, tidak ada masyarakat, tidak ada masa depan.”
-- Elie Wiesel –
PS
: sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya
untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.
0 comments:
Post a Comment