Pantai Parai Tenggiri Yang Menghipnotis_ Edisi Olwen
Olwen di pantai Parai Tenggiri, Sungailiat, Bangka. |
“Sepanjang hidupku,
pemandangan alam yang baru membuatku bersukacita
seperti anak kecil.”
–Marie Curie—
Matahari
semakin condong ke barat, tatkala kami melanjutkan perjalanan menuju Pantai
Parai Tenggiri. Seolah berlomba dengan mendung yang semakin menebal, Bro
Tony menginjak pedal gas lebih dalam. Mobil yang kami tumpangi melaju lebih
cepat. Yunis sepertinya agak ragu bisa tiba di tujuan sebelum rinai turun.
Namun Icky rupanya tetap optimis, malah memberi semangat untuk menggeber mobil
lebih cepat lagi.
Hampir
setengah lima, kami tiba. Benar saja rinai mulai menyapa tanah satu demi satu.
Gulungan mendung rapat bergelayut di langit menjadi atap pantai Parai Tenggiri hingga
jauh ke laut. Tapi kami sudah di sini, jadi, jika harus berbasahbasah karena
hujan ya sudah, basah saja. Begitu pikir Yunis. Setelah membayar tiket masuk di
lobby hotel—karena memang pengelolaan pantai Parai Tenggiri diberikan
kepada pihak ketiga/swasta—sebesar Rp.25.000.- rupiah/orang, dengan langkah
cepat kami menuruni jalan kecil mirip gang yang ditumbuhi pepohon dan tanaman
rambat menuju bibir pantai. Jalanan kecil ini diapit bangunanbangunan hotel; di
kanan ruang makan semi outdoor yang cukup luas dan sebelah kiri
kamarkamar hotel yang berjajar menghadap langsung ke pantai.
Dok pribadi - hamparan bebatu granit dengan berbagai ukuran yang memesona. |
Pantai Parai
Tenggiri terletak di Desa Sinar Baru, Kecamatan Sungailiat, Bangka. Berjarak
sekitar 30 km di sebelah utara kota Pangkalpinang. Pantai yang cukup populer di
pulau Bangka ini memiliki kontur pantai landai dengan ombak yang ramah sehingga
cocok untuk aktivitas berenang. Air laut yang jernih, pasir putih lembut
menghampar bertahta bebatu granit di beberapa titik membuat pantai Parai Tenggiri
menjadi salah satu tujuan wisata baik lokal maupun mancanegara. Aktivitas air
lainnya yang bisa dilakukan adalah banana boat, jet ski, diving,
parasailing dan lainnya. Di pantai ini anda bisa menyaksikan matahari tenggelam
sambil dudukduduk di atas batu granit atau beralas pasir putihnya. Hamparan bebatuan
sepanjang garis pantai Parai Tenggiri dinamakan juga dengan Rock Island, terhubung
dengan jembatan sepanjang 200 meter. Ukuran batuan ini beragam dan sangat
memesona. Asal mula kata “Tenggiri” yang melekat pada penamaan pantai ini tidak
terlepas dari sejarah yang melatarbelakanginya. Pantai Parai Tenggiri dulunya
menjadi pusat nelayan untuk mengumpulkan ikan tenggiri. Para nelayan zaman dulu
khusus mencari ikan tenggiri di pesisir pantai ini, karena entah mengapa di sini
ikan tenggiri jauh lebih mudah didapat daripada tempat lain. Versi cerita
singkatnya seperti itulah.
Dok pribadi - panorama pantai Parai Tenggiri dalam balutan mendung tebal. |
Rinai tertahan
tak menjadi deras, seolah memberi restu pada kami untuk bersinergi dengan alam
meski hanya sebentar. Yunis terus sibuk dengan gawainya membuat dokumentasi,
sesekali terdengar decak kagum atas lukisan alam Sang Maha. Icky tak
hentihentinya comel mengingatkan untuk segera beranjak. Meski belum puas,
akhirnya Yunis menuruti. Kami pun beriringan meninggalkan pantai menuju tempat
parkiran. Sebelum tiba di parkiran, tetiba Bro Tony bersuara mengajak kami
untuk berbelok ke kiri. “Ke arah sini dulu, ada sebuah dermaga belum jadi. Bisa
liat laut dan bebatuan granit besarbesar juga,” kurang lebih begitu seraya mengarahkan
tangannya menunjuk ke arah Marina Bay yang belum difungsikan. “Ayolah, tanggung
sudah di sini.” Jawab Icky. Lantas keduanya berjalan dengan langkah cepat khas
lakilaki meninggalkan Yunis yang sibuk kembali dengan gawainya.
Dok pribadi - gelap dan terang di pantai Parai Tenggiri Sungailiat, Bangka. |
Sebuah gapura
dengan patung burung garuda diapit pos kecil penjagaan menjadi penanda menuju dermaga.
Burung garuda tersebut tengah merentangkan kedua sayapnya, sebuah tulisan “Marina
Bay” tersemat pada bingkai melengkung di bawah kaki burung garuda. Rerumput liar
dan ilalang tinggi tumbuh subur di kiri kanan jalan setapak menuju arah
dermaga. Jalannya separuh tanah dan separuh coran beton. Beberapa bangunan yang
mirip cottage pun terbengkalai. Mungkin imbas dari pandemi, pikir Yunis
demi melihat keadaan yang jauh berbeda dengan tempat sebelumnya yang terawat
dan bersih. Sementara kawasan ini tidak terawat sama sekali, bisa jadi merupakan
perluasan fasilitas hotel yang mandeg atau terpaksa dihentikan dulu.
Setelah berjalan
lebih kurang 100 meter dari gapura tadi tibalah di dermaga. Sebuah jalan buatan—tidak
pun disebut jembatan—terbentang cukup panjang menjorok ke arah laut. Ada dua
pasang pemudapemudi usia belasan yang tengah menikmati sore tanpa khawatir basah
oleh hujan yang bisa saja turun deras dalam sekedipan mata. Ketika melewatinya
kami bertukar senyum sapa dengan mereka yang tampak ramah dan sedikit malumalu.
Dok pribadi - Suasana dermaga pantai Parai Tenggiri yang menghipnotis. |
Yunis melangkah
perlahan dengan wajah menengadah. Semesta kecil di dermaga belum jadi itu memaku
matanya. Magi! Dalam nuansa kegelapan mega berbaur jingga keemasan, pantai
Parai Tenggiri justru terlihat berbeda dari pantaipantai yang selama ini pernah
Yunis kunjungi. Menguarkan aura magi menghipnotis. Sebuah keindahan yang
“mencekam”, anggun dan menawan. Seolah berada dalam dimensi dewadewi, Yunis
bahkan bisa membayangkan Thor yang rupawan terbang dari Asgard dengan palu
petir dan matanya yang menyala, lalu keluar secara dramatis dari gulungan
megamega hitam dan berjalan elegan ke arahnya. Xoxoxo… pasti jadi sore
yang genap di pantai Parai Tenggiri.
Kesan mendalam
seperti ini hanya pernah Yunis rasakan sekali, duluuu ketika mengikuti salah
satu ekspedisi untuk negeri dimana perahu kecil adalah alat transportasi
krusial penghubung satu pulau kecil dengan pulau kecil lain. Terapung di atas
perahu ketika badai menerjang dengan gelombang tinggi yang hampir menggulung
perahu, adalah seperti detikdetik menunggu ketok palu antara hidup dan mati.
Yang bisa dilakukan hanya berdoa memohon keselamatan serta berpasrah pada nasib
jika memang menjadi akhir dari hidup. Puji syukur alhamdulillah, rupanya Allah
SWT masih melindungi Yunis dan anggota tim ekspedisi. Peristiwa tersebut menjadi
sebuah pengalaman luar biasa yang memperkaya hidup dan menjadi self reminder
bagi Yunis.
Cukup lama
Yunis memaku, menyesap suasana. Pada akhirnya apa yang dirasa panca indra saat
itu akan tersaripatikan menjadi kenangan. Bulirbulir air dari langit
menyadarkan Yunis, suara gelegar hebat dari balik
mega menjadi penanda untuk menyudahi kunjungan. Meski tanpa Thor, bagi Yunis sore
itu adalah sore yang sempurna. Pantai Parai Tenggiri telah terpatri dalam hati.
One of the best beaches ever!yk[]
Foto by Bro Tony - Yunis Kartika di Marina Bay, pantai Parai Tenggiri Sungailiat, Bangka. |
“Kita belum tahu seperseribu satu persen
dari apa yang telah diungkapkan alam kepada kita.”
–Albert Einstein—
PS : sila menulis komentar, membagikan
atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling
mengunjungi.
0 comments:
Post a Comment