Jam Gadang Penanda Waktu Yang Berkisah_ Edisi Samayo

sepatusepatuyunis dan jam gadang
Samayo dan Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.



  

 

“Kita bukanlah pungguk merindukan bulan, kita semua adalah petarung hidup. Harihari berganti, waktu terus berlalu. Rebutlah milikmu! Rebutlah hidupmu!”

-- Sawung Jabo –

 

 

  

Apa yang menjadi penanda sebuah kota atau daerah? Arsitekturnya? Ikon atau simbolnya? Kulinernya? Adat istiadat dan budayanya? Merujuk pada penanda dan pembeda, tentu akan banyak sekali hal yang bisa disebutkan sebagai kekhasan sebuah tempat.

 

Setiap kali berkunjung ke sebuah kota, Yunis gemar sekali memburu ikon penandanya. Seperti ketika berkunjung ke Bukittinggi. Ada sebuah monumen berbentuk jam menjadi ikon kebanggaan kota Bukittinggi. Siapa yang tak tahu Jam Gadang yang fenomenal? Mungkin tidak setiap orang tahu adalah kisah di masa lalu yang melatarbelakangi berdirinya jam tersebut. Kukira Yunis pun baru mendalami sejarahnya sekarang, xoxoxo…

 

jam gadang bukittinggi
Dok pribadi - Taman Sabai Nan Aluih, Bukittinggi, Sumatera Barat.


Jam Gadang berdiri dengan anggun di sebuah area taman bernama Sabai Nan Aluih. Taman yang ditata dengan arsitektur modern (semoga tidak salah), rapi, memperlihatkan keleluasaan pemandangan sekitarnya. Di kelilingi jalanjalan dengan laju kendaraan yang tak sepi. Kehidupan masyarakat di sekitar nampak sibuk dengan aneka rupa perniagaan; kuliner, perbankan, pasar, pertokoan, mall, dan tentu saja pariwisata.

 

pasar ateh bukittinggi
Dok pribadi - Pasar Ateh, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Di taman tersedia tempat duduk terbuat dari semen dan beton, di bawah naungan lampulampu dengan desain seperti bunga mekar dan pepohonan. Areanya bersih terawat, dan bakbak sampah disediakan cukup banyak. Dari sisi mana pun, kita bisa menikmati Jam Gadang. Sementara itu Yunis memilih duduk dengan arah pandang lurus sejurus monumen Jam Gadang, tepat membelakangi pasar Ateh. Yunis juga memotret aku dari sini, hasilnya keren, kan? Xoxoxo…

 

panorama gunung singgalang
Dok pribadi - Panorama gunung Singgalang dilihat dari Taman Sabai Nan Aluih, Bukittinggi, Sumatera Barat.


Cukup lama Yunis duduk di sini, memandang lekat jam, menelaah, menelisik, jari tangannya menunjuk seperti menghitung baris dan tingkat. Lupa kalau saat itu tengah hari, angka di Jam Gadang menunjukkan pukul 12 lewat! Angin bergerak sedang, menghembuskan dingin dan kesejukan Bukittinggi menyamarkan sengatan sinar matahari siang. Sisasisa hujan pagi masih menggenang dibeberapa bagian memantulkan refleksi cahaya kedapkedip berkelip. Siang yang indah di taman Sabai Nan Aluih.

 

Di sini pulalah titik nol kota Bukittinggi. Jam Gadang berlokasi di jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh, Benteng Pasar Ateh, Bukittinggi, Sumatera Barat. Area yang tidak pernah sepi dari aktivitas buka 24 jam/setiap hari, mungkin karena berada di tengah kota juga. Tak susah untuk mengisi perut, karena tempat makan dan kuliner bertebaran di sekitar kawasan Jam Gadang termasuk oleholeh di kawasan Pasar Ateh dan jalur menujunya. Mata dimanjakan dengan ragam pernik seperti asesoris dan kain songket dengan harga bervariasai. Mulai dari yang biasabiasa atau pun harga yang cukup tinggi. Hatihati kalap ya, xoxoxo…

 

jam gadang di waktu malam
Dok pribadi - Jam Gadang di waktu malam, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Malam sebelumnya, Yunis juga sempat mampir ke Jam Gadang. Suasana lebih ramai, begitu pula jejalan dan parkiran. Air mancur di taman, pertunjukkan lampu dan musik yang mengalun menjadi magnet penarik hati yang tak bisa ditolak. Di ujung taman, city light terhampar. Siang atau pun malam, pemandangannya samasama indah.

 

Untuk mengetahui sejarahnya pendiriannya, Yunis melakukan studi kecilkecilan dari beberapa sumber di internet. Dilansir dari indonesiakaya.com dan wikipedia.org, Jam Gadang yang berdiri tegak saat ini memiliki nilai historis penting dan berdarah pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia. Seperti pengibaran bendera merah putih tahun 1945, demontrasi Nasi Bungkus tahun 1950, dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia tahun 1959.

 

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Bukittinggi) pada masa Hindia Belanda. Jam yang merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan. Sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.

 

taman jam gadang bukittinggi
Dok pribadi - Taman Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sejak didirikan menara ini telah mengalami tiga kali perubahan bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada tahun 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

 

Terdapat empat jam dengan diameter masingmasing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuatan jam, yaitu Vortmann Relinghausen. Vortmann adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Reclinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

 

Ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter. Sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter. Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Tubuh tugu Jam Gadang terbuat dari campuran batu kapur, semen, dan putih telur (versi asli sebelum direvitalisasi oleh pemerintah) memiliki tinggi 26 meter.

*



taman monumen proklamator bung hatta bukittinggi
Dok pribadi - Taman Monumen Proklamator Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat.

 
 

Jam Gadang memang istimewa. Tak sekadar tugu waktu, namun ia adalah saksi dari serangkai kisah sejarah tentang penduduknya, tentang budayanya, juga tentang perjuangan bangsa dan negaranya. Penanda waktu yang menjadi bukti sebuah peradaban. Perasaan hangat menjalar, Yunis berdiri di tepi Jam Gadang, mendongak dan menatap lekat angkaangka romawi yang tak lazim di muka jam. Sesaat kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuruni anak tangga taman, melintas Taman Monumen Proklamator Bung Hatta yang dibangun berdekatan. Salam, selamat tinggal penanda waktu. Berkisahlah terus hingga lintas generasigenerasi.yk[]

 

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

 

 

“Ada syair tua yang tak kuingat siapa penyairnya,

berbunyi; Kebenaran adalah anak daripada waktu.”

-- Abraham Lincoln --

 

 

 

 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.

 

 

 


0 comments:

Post a Comment