Jam Gadang Penanda Waktu Yang Berkisah_ Edisi Samayo

sepatusepatuyunis dan jam gadang
Samayo dan Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.



  

 

“Kita bukanlah pungguk merindukan bulan, kita semua adalah petarung hidup. Harihari berganti, waktu terus berlalu. Rebutlah milikmu! Rebutlah hidupmu!”

-- Sawung Jabo –

 

 

  

Apa yang menjadi penanda sebuah kota atau daerah? Arsitekturnya? Ikon atau simbolnya? Kulinernya? Adat istiadat dan budayanya? Merujuk pada penanda dan pembeda, tentu akan banyak sekali hal yang bisa disebutkan sebagai kekhasan sebuah tempat.

 

Setiap kali berkunjung ke sebuah kota, Yunis gemar sekali memburu ikon penandanya. Seperti ketika berkunjung ke Bukittinggi. Ada sebuah monumen berbentuk jam menjadi ikon kebanggaan kota Bukittinggi. Siapa yang tak tahu Jam Gadang yang fenomenal? Mungkin tidak setiap orang tahu adalah kisah di masa lalu yang melatarbelakangi berdirinya jam tersebut. Kukira Yunis pun baru mendalami sejarahnya sekarang, xoxoxo…

 

jam gadang bukittinggi
Dok pribadi - Taman Sabai Nan Aluih, Bukittinggi, Sumatera Barat.


Jam Gadang berdiri dengan anggun di sebuah area taman bernama Sabai Nan Aluih. Taman yang ditata dengan arsitektur modern (semoga tidak salah), rapi, memperlihatkan keleluasaan pemandangan sekitarnya. Di kelilingi jalanjalan dengan laju kendaraan yang tak sepi. Kehidupan masyarakat di sekitar nampak sibuk dengan aneka rupa perniagaan; kuliner, perbankan, pasar, pertokoan, mall, dan tentu saja pariwisata.

 

pasar ateh bukittinggi
Dok pribadi - Pasar Ateh, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Di taman tersedia tempat duduk terbuat dari semen dan beton, di bawah naungan lampulampu dengan desain seperti bunga mekar dan pepohonan. Areanya bersih terawat, dan bakbak sampah disediakan cukup banyak. Dari sisi mana pun, kita bisa menikmati Jam Gadang. Sementara itu Yunis memilih duduk dengan arah pandang lurus sejurus monumen Jam Gadang, tepat membelakangi pasar Ateh. Yunis juga memotret aku dari sini, hasilnya keren, kan? Xoxoxo…

 

panorama gunung singgalang
Dok pribadi - Panorama gunung Singgalang dilihat dari Taman Sabai Nan Aluih, Bukittinggi, Sumatera Barat.


Cukup lama Yunis duduk di sini, memandang lekat jam, menelaah, menelisik, jari tangannya menunjuk seperti menghitung baris dan tingkat. Lupa kalau saat itu tengah hari, angka di Jam Gadang menunjukkan pukul 12 lewat! Angin bergerak sedang, menghembuskan dingin dan kesejukan Bukittinggi menyamarkan sengatan sinar matahari siang. Sisasisa hujan pagi masih menggenang dibeberapa bagian memantulkan refleksi cahaya kedapkedip berkelip. Siang yang indah di taman Sabai Nan Aluih.

 

Di sini pulalah titik nol kota Bukittinggi. Jam Gadang berlokasi di jalan Raya Bukittinggi-Payakumbuh, Benteng Pasar Ateh, Bukittinggi, Sumatera Barat. Area yang tidak pernah sepi dari aktivitas buka 24 jam/setiap hari, mungkin karena berada di tengah kota juga. Tak susah untuk mengisi perut, karena tempat makan dan kuliner bertebaran di sekitar kawasan Jam Gadang termasuk oleholeh di kawasan Pasar Ateh dan jalur menujunya. Mata dimanjakan dengan ragam pernik seperti asesoris dan kain songket dengan harga bervariasai. Mulai dari yang biasabiasa atau pun harga yang cukup tinggi. Hatihati kalap ya, xoxoxo…

 

jam gadang di waktu malam
Dok pribadi - Jam Gadang di waktu malam, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Malam sebelumnya, Yunis juga sempat mampir ke Jam Gadang. Suasana lebih ramai, begitu pula jejalan dan parkiran. Air mancur di taman, pertunjukkan lampu dan musik yang mengalun menjadi magnet penarik hati yang tak bisa ditolak. Di ujung taman, city light terhampar. Siang atau pun malam, pemandangannya samasama indah.

 

Untuk mengetahui sejarahnya pendiriannya, Yunis melakukan studi kecilkecilan dari beberapa sumber di internet. Dilansir dari indonesiakaya.com dan wikipedia.org, Jam Gadang yang berdiri tegak saat ini memiliki nilai historis penting dan berdarah pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia. Seperti pengibaran bendera merah putih tahun 1945, demontrasi Nasi Bungkus tahun 1950, dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia tahun 1959.

 

Jam Gadang dibangun pada tahun 1926-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Bukittinggi) pada masa Hindia Belanda. Jam yang merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan. Sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.

 

taman jam gadang bukittinggi
Dok pribadi - Taman Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sejak didirikan menara ini telah mengalami tiga kali perubahan bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada tahun 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

 

Terdapat empat jam dengan diameter masingmasing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuatan jam, yaitu Vortmann Relinghausen. Vortmann adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Reclinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

 

Ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter. Sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter. Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Tubuh tugu Jam Gadang terbuat dari campuran batu kapur, semen, dan putih telur (versi asli sebelum direvitalisasi oleh pemerintah) memiliki tinggi 26 meter.

*



taman monumen proklamator bung hatta bukittinggi
Dok pribadi - Taman Monumen Proklamator Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatera Barat.

 
 

Jam Gadang memang istimewa. Tak sekadar tugu waktu, namun ia adalah saksi dari serangkai kisah sejarah tentang penduduknya, tentang budayanya, juga tentang perjuangan bangsa dan negaranya. Penanda waktu yang menjadi bukti sebuah peradaban. Perasaan hangat menjalar, Yunis berdiri di tepi Jam Gadang, mendongak dan menatap lekat angkaangka romawi yang tak lazim di muka jam. Sesaat kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuruni anak tangga taman, melintas Taman Monumen Proklamator Bung Hatta yang dibangun berdekatan. Salam, selamat tinggal penanda waktu. Berkisahlah terus hingga lintas generasigenerasi.yk[]

 

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

 

 

“Ada syair tua yang tak kuingat siapa penyairnya,

berbunyi; Kebenaran adalah anak daripada waktu.”

-- Abraham Lincoln --

 

 

 

 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.

 

 

 


0 comments:

Post a Comment

Sore di Air Terjun Lembah Anai_ Edisi 3Some Travelers

air terjun lembah anai dan 3some travelers
3Some Travelers di Air Terjun Lembah Anai.



 

 

“Di dalam segala hal yang ada di alam semesta ini,

sesungguhnya kita bisa melihat banyak keajaiban.”

-- Aristoteles –

 

 

 

 

Ada berapa banyak air terjun yang pernah anda jumpai bisa dilihat dan dinikmati dari sisi jalan raya? Saya sendiri baru kali ini melintas jalur kendaraan antar kota dengan pemandangan air terjun. Biasanya jika ingin menikmati keindahan air terjun kita harus melakukan pendakian terlebih dahulu. Berbeda dengan Air Terjun Lembah Anai, kita seolah mendapat jackpot ketika berkendara melintasi jalur Padang-Bukittinggi pun sebaliknya Bukittinggi-Padang.

 


air terjun lembah anai
Dokumentasi 3Some Travelers - Seperjalanan Lembah Anai melintasi Air Terjun Lembah Anai.



Hari telah sore ketika kami melintas di Lembah Anai. Matahari semakin condong ke barat, namun dengan sinar jingganya Lembah Anai justru semakin menawan. Ada semacam perasaan yang tidak bisa diejawantahkan. Sisi romantis dan sentimental saya terusik kembali. Kami menepi tidak jauh dari lokasi Air Terjun Lembah Anai. Cukup mudah mendapatkan parkiran karena di sini kiri kanan jalan lahanlahan lebar telah disediakan bersama warungwarung yang saat itu sebagian besar telah tutup. Beberapa kendaraan di belakang kami dan dari arah berlawanan turut pula menepi.

 


air terjun lembah anai
Dokumentasi 3Some Travelers - Panorama Air Terjun Lembah Anai, rel kereta, dan jalan utama.



Air Terjun Lembah Anai hanya berjarak beberapa meter saja dari bahu jalan. Hatihati ketika menyeberang dan mengambil dokumentasi, karena laju para pengendara cenderung kencang. Lokasinya memang benarbenar berada tepat di samping jalan utama dan jalur kelokan. Ada sebuah rambu peringatan berbentuk spanduk di pasang pada pagar pengaman mengingatkan wisatawan agar berhatihati dan tidak berdiri di bahu jalan/jembatan –dan saya melakukannya!! Pssttt.. bukan untuk dicontoh ya xoxoxo…, karena lokasinya rawan terjadi kecelakaan.

 


air terjun lembah anai
Dokumentasi 3Some Traveler - Jernih, deras dan indahnya Air Terjun Lembah Anai.




Lembah Anai terletak di Nagari Singgalang, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar. Melewati Padang Panjang, Bukittinggi, Batu Sangkar. Secara fisik tinggi Air Terjun Lembah Anai kurang lebih 35 meter, berair jernih dengan bebatuan di sekelilingnya. Air terjun ini merupakan bagian dari aliran sungai Batang Lurah yang berhulu di atas Gunung Singgalang. Yang unik, ada lintasan rel kereta api di sekitar lokasi air terjun. Rel kereta api tua dan tidak berfungsi yang justru menambah daya tarik dan kesan artistik. Silang sengakrut rel kereta, jalan, kelokan, ramainya kendaraan, dan lalulalang orang menjadi keunikan yang ganjil dalam arti baik.

 


air terjun lembah anai
Dokumentasi 3Some Travelers - Panorama Air Terjun Lembah Anai.


Berbicara tentang Indonesia, adalah pula berbicara tentang sejarah panjang penjajahan dalam kurun waktu 3,5 abad dalam genggaman kolonialisme Belanda. Maka tak heran jika setiap jengkal tanah Indonesia tak luput dari sejarahnya, pun Lembah Anai yang menjadi salah satu tempat terjadinya Agresi Militer Belanda II tahun 1948. Agresi Militer Belanda II terjadi disejumlah wilayah Indonesia, terutama beberapa kota di Jawa dan Sumatera. Pasukan Belanda yang menuju Padang Panjang dan Bukittinggi, dihalau oleh pejuang Minang di Lembah Anai. Lembah persembunyian guna memantau pergerakan pasukan Belanda. Pejuang Minang juga menghancurkan jembatan penghubung, serta menumbangkan pepohonan untuk menghambat pasukan Belanda. Kawasan bukitbukit terjal dan sempit Lembah Anai menjadi tempat basis perlawanan pejuang Minang.

 


air terjun lembah anai
Dokumentasi 3Some Travelers - Panorama Air Terjun Lembah Anai.


Selain nilai sejarah, Air Terjun Lembah Anai dilingkupi dengan mitos tentang kepercayaan bahwa air yang mengalir berasal dari Telaga Dewi atau tempat pemandian para Dewi. Kabarnya, jika kita membasuh wajah dengan Air Terjun Lembah Anai maka kita akan awet muda. Asik kan? Jadi tidak perlu skincare atau perawatan mahal lagi, xoxoxo… Kalau ingin bermain air dan mandi di air terjun, datanglah ketika hari masih siang dan cerah. Selalu menjaga kebersihan dan jangan meninggalkan jejak berupa sampah ya.

  

Air Terjun Lembah Anai memang istimewa. Ia tak sekadar keindahan yang memanjakan mata, namun juga menyegarkan jiwa bagi sesiapa yang lelah dari panjangnya hari di perjalanan.  Singgah dan nikmati keindahan alamnya dengan segelas kopi atau teh hangat. Segarnya udara dan derasnya suara air terjun dapat menjadi penawar penat hingga siap melaju kembali.yk[]

 

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di tepi bahu jalan utama Padang - Bukittinggi.




 

“Semuanya sempurna di alam semesta.

Bahkan ketika anda memiliki keinginan untuk memperbaikinya.”

-- Wayne Dyer --

 

 

 

 

 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^

 

 

 


0 comments:

Post a Comment

Keindahan Tersembunyi di Museum Adityawarman Padang_ Edisi 3Some Travelers

museum adityawarman padang dan 3some travelers
3Some Travelers di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

 

 

“Budaya akan memperluas pikiran dan semangat kita.”

-- Jawaharlal Nehru –

 

 

 

Bagaimana metode belajar sejarah yang efektif, menurutmu? Lewat film dokumenter? Nonton saluran televisi sejenis History dan NatGeo? Studi pustaka ke perpustakan daerah atau umum? Berselancar di dunia internet? Atau mengunjungi museum? Ya, ya, ya, bisa jadi semuanya kita ramu menjadi satu.

 

Adalah Museum Adityawarman menjadi salah satu tempat yang saya kunjungi untuk mengenal budaya Minangkabau. Beralamat di Jl. Dipenogoro No. 10 kota Padang, diresmikan oleh Mendikbud Prof. DR. Syarif Thayeb, pada tanggal 16 Maret 1977. Penamaan museum ini adalah untuk mengingat jasa seorang raja Minangkabau di abad 14 masehi. Jadwal kunjungannya hari Selasa - Minggu, mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Hari Senin museum ini tutup. Terdapat 6.217 koleksi dipamerkan meliputi; arkeologika, biologika, etnografika, filologika, geologika, numismatika, teknologika, keramalogika, dan temporer pameran kain tenun songket (sejak tahun 2021).

*

 

museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - Bagian depan Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

Dalam perkembangan sejarah, manusia telah meninggalkan sisasisa kehidupan berupa fosil, bendabenda budaya (artefak) antara lain berupa bangunan/arsitektur, peralatan upacara, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Selain itu terdapat pula sisa bendabenda lingkungan yang tidak dibentuk dan digunakan untuk menunjang hidupnya (ekofak), serta lingkungan yang mengandung cagar budaya, baik yang ada di masyarakat maupun yang tersimpan di museum. Museum Adityawarman merupakan museum umum tingkat provinsi yang memiliki beragam koleksi khasanah budaya bangsa yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dari warisan peninggalan masa lalu kita dapat mengetahui perkembangan sejarah dan budaya suatu daerah.

 

Fosil Manusia Purba dan Peralatannya

Pulau Jawa salah satu tempat bagi penelitian manusia purba. Pada akhir abad ke-19 seorang dokter Belanda, E. Dubois datang ke Indonesia menelusuri apa yang disebut dengan “mata rantai yang putus” (missing link) dari evolusi manusia. Dari hasil penggaliannya di Pulau Jawa ditemukan beberapa peralatan dari batu dan fragmen. Fosil manusia purba oleh Dubois dihubungkan dengan Phitecanthropus Erectus. Penggalian ini kemudian dilanjutkan di daerah lainnya di Indonesia baik oleh bangsa asing, maupun bangsa Indonesia. Diantara hasil penggalian yang ditemukan tersebut berupa fosil yaitu tenggorak homo erectus, tengkorak homo sapiens, rahang, gigi, femur, dan peralatan dari batu seperti; chopper, alat serpih, alat batu neolitik, Sumatralith, dan sebagainya.

 

Batuan

Ditinjau dari tatanan geologinya, daerah Sumatera Barat mempunyai kandungan mineral yang beraneka ragam. Semua jenis mineral, organik dan anorganik merupakan sumber daya alam yang berguna bagi kehidupan manusia. Yang tergolong mineral organik ialah minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Mineral organik disebut juga mineral methalika yang terbentuk dari magma seperti timah, bauksit, nikel, emas, besi, tembaga dan lainnya. Berbagai bahan galian merupakan komoditi mineral yang mempunyai arti penting dalam pembangunan. Di museum ini bisa terlihat berbagai jenis batuan.

 

Garepe (Batu Tulis)

Terbuat dari sejenis batu yang halus berwarna hitam. Batu ini dibentuk empat persegi, tipis dan licin, kemudian diberi bingkai dari kayu supaya tidak mudah pecah. Sebagai alat tulis juga terbuat dari jenis batu yang sama yang dibentuk seperti pensil dan bila tidak dipakai disimpan pada sebuah kotak.

 

Keramik Asing

Letak Indonesia yang strategis di jalur perdagangan menyebabkan masuknya barangbarang perdagangan asing ke Indonesia. Keramik, selain berupa barang dagangan juga berupa cinderamata atau hadiah dari suatu negara/kerajaan untuk Indonesia. Berasal dari Cina, Jepang, Eropa, Arab dan lainnya, berupa lempayan guci, kendi, piring, mangkok dengan berbagai bentuk, ukuran dan motif.

museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - keramik di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

 

Kesenian Tradisional Minangkabau

Kesenian tradisional yang berkembang di Minangkabau dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kesenian yang berkembang di daerah darek (daratan) dan kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir). Perbedaan letak geo-historis tersebut juga menimbulkan perbedaan pada bentukbentuk kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang pada masingmasing daerah.

Randai, Tari Piring, Tari Payung, dan Tari Gelombang, merupakan seni tradisi Minangkabau yang saat ini berfungsi sebagai seni pertunjukan hiburan, acara penyambutan tamu kehormatan, dan acara seremonial. Lukah Gilo (anyaman lidi dan rotan yang menggila), permainan anak nagari dalam mengendalikan semacam alat penangkap ikan yang telah dimanterai oleh seorang pawang. Kemudian ada pula Tabuik, yaitu pesta budaya masyarakat Pariaman yang diadakan setiap 1 sampai 10 Muharam. Proses pembuatannya disertai dengan serentetan upacara. Sebelum dibuang ke laut, tabuik diarak keliling diiringi dengan alat musik gendang tasa.

 

Alat Transportasi

Dibuat dengan teknologi sederhana, mempergunakan bahan yang ada di alam sekitarnya. Alatalat tersebut sangat menunjang salah satu aspek keperluan hidup manusia dalam mengangkut dan memindahkan barang kebutuhan seharihari dari suatu tempat ke tempat lain, yang digerakkan dengan tenaga hewan seperti kerbau, sapi atau kuda. Diantara alat transportasi tersebut berupa miniatur yaitu; bendi, pedati, osoh, gerobak roda satu, gerobak roda tiga dan sepeda.

 

Dapur Tradisional Minangkabau

Pada dasarnya konsep makanan bagi orang Minangkabau adalah lamak (enak), artinya orang Minangkabau lebih mementingkan rasa makanan. Hal ini tercermin dari Mamang Adat; “condoang mato ka nan rancak, condoang salero ka nan lamak”, (mata cenderung melihat yang indah, selera cenderung pada yang lezat). Dapur merupakan tempat untuk memasak dan mengolah bahan makanan untuk keperluan seharihari. Beberapa makanan tradisionalnya; ikan goreng, apik ayam, gulai daging, nasi lamak, nasi kunyil, pinyaram, roda gandiang, bakubang, kue kamaloyang, wajik, ondeonde, gelamai, pinyaram lemang inti dan kue karekare.

 


museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - replika stempel kerjaan

Warisan Budaya Islam

Bangsa Indonesia mengenal tulisan semenjak adanya hubungan dengan India. Ini dibuktikan dengan banyaknya prasasti yang ditemui di Indonesia beraksara palawa dan bahasa sansekerta. Dengan masuknya budaya Islam, kita mengenal tulisan Arab yang terdapat pada batu nisan dan naskah dengan tulisan tangan. Di Minangkabau naskahnaskah lama pada umumnya beraksara Arab yang ditulis seperti Al-Quran, Fiqih, doadoa dan juga naskah berbahasa Arab-Malayu seperti Tabo dan Kaba yang berisi tentang sejarah dan adat Minangkabau serta cerita rakyat. Aksara Arab-Melayu juga diukirkan pada stempel milik kerajaan di Minangkabau; seperti stempel kerajaan Siguntur, Pulau Punjung, Padang Laweh, Pagaruyung dan lainya.

museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - koleksi Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

 

Masjid Bingkudu, Agam

Masjid ini dibangun pada tahun 1823 M atau awal abad ke-19 oleh Haji Salam. Pada migrab terdapat angka tahun, yaitu dengan menggunakan huruf Arab yang menunjukan angka tahun 1316 H atau 1906 masehi. Angka tahun tersebut diduga merupakan angka tahun pembuatan migrab. Pada masjid tersebut selain bangunan utama terdapat juga kolam air yang terletak di sebelah barat, selatan bangunan masjid. Bangun utama menghadap ke arah barat, dan pintu masuk utama di sebelah timur. Denah ruang utama masjid berukuran 21 x 21 M. kaki bangunan masjid merupakan pondasi beton setinggi 0,4 meter. Lantai masjid dari papan kayu yang disusun rata membujur arah barat ke timur. Di dalam ruang utama masjid terdapat 25 buah tiang. Tiang utama terletak di tengahtengah. Ruang utama masjid terbuat dari beton berbentuk segi 12 dan berdiameter 1,25 meter.

 

Kerajinan

Jenisjenis seni kerajinan dapat dikelompokkan menurut bahan bakunya (rotan, logam, kayu, kulit dan sebagainya) atau menurut teknik pembuatannya (ukir, ayaman, tenun, batik dan sebagainya). Kemudian menurut fungsinya; seremonial dan kebutuhan seharihari.


Ragam Pakaian dan Perhiasan Minangkabau

Museum Adityawarman memiliki beragam koleksi perhiasan ada yang terbuat dari batu, tanah, kayu, emas, tembaga dan loyang. Perhiasan tersebut ada yang dipakai untuk kebutuhan seharihari dan ada jugasebagai kelengkapan upacara adat. Dilihat dari fungsinya ada perhiasan yang dipakai di kepala (hiasan atau tutup kepala), leher/dada, tangan/lengan, jari, perhiasan pinggang, keris dan donsi.

 

Alat Musik Tradisional Minangkabau

Kesenian Minang umumnya bersifat kerakyatan, sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat sejak dulu. Masuknya budaya Islam, China, Eropa membawa pengaruh terhadap perkembangan kesenian daerah. Salah satu kesenian Minang yaitu seni musik, untuk vokal disebut dengdang, sedangkan untuk instrumentalnya dikenal dengan bunyibunyian disebut dengan karawitan seperti alat tiup, pukul, gesek dan petik. Ada yang terbuat dari kayu, bambu, kulit binatang dan logam. Seperti rabana, tambur, talempong dan sebagainya.

 

museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - pameran songket di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

Ragam Hias dan Makna Kain Tenun Songket Tradisional Minangkabau

Kata songket berasal dari kata junket atau sungkit yang artinya meninggikan benang lusi pada alat tenun dan memasukkan emas pelengkap. Songket telah muncul sebagai penanda etnis bagi banyak orang. Memakai songket juga berarti Muslim yang saleh untuk beberapa orang di Sumatera. Songket biasanya dipakai sebagai pakaian ritual untuk pengantin dan penghulu, mencerminkan status sosial yang tinggi bagi pemakainya. Contoh motif songket; salauak laka (anyaman lidi), apiapi (inspirasi kunangkunang), batang padi, aka Cino (Akal Cina), bijo antimun (biji mentimun), bikubiku (zigzag), tirai, sirangkak lauik (sejenis kepiting laut), pucuak rabuang (pucuk rebung), bada mudiak (teri mudik), sajamba makan (lambang kebersamaan), tampuak manggih (tampuk manggis), dan lainnya.

Perkembangan songket Minangkabau dimulai dari abad ke-16, lebih kurang 500 tahun yang lampau. Sebelumnya masyarakat Minangkabau juga sudah memiliki kain tenun tetapi masih sangat sederhana. Diuraikan temuan kain tenunan songket Minangkabau yang tersimpan pada Santa Barbara Museum, CA, Amerika. Diantaranya adalah Songket Minangkabau yang berasal dari Koto Gadang, Batipuah, Ampek Angkek, Tilatang Kamang, Balai Gurah, Sungayang, Solok, Muaro Labuah, Saning Bakar, Silungkang, Pariangan, Lintau, Batu Sangkat, Padang Magek, Pandai Sikek, Pitalah, Balai Cancang, Taram, Gunung dan lainnya. Nagarinagari tersebut sebagian besar sudah tidak memproduksi kain tenunan songket lagi, bahkan generasi yang ada sekarang tidak mengetahui di kampung mereka dahulu pernah diproduksi songket yang berkualitas sangat baik.

 

museum adityawarman padang dan 3some travelers
Dokumentasi 3Some Travelers - alat tenun dan ragam motif songket di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.

Sangsata Kala

Di dalam tambo Minangkabau dikatakan bahwa; pakaian kebesaran raja ditenun dari benang emas bernama Sangsata Kala. Pandai penenun bergerak sendiri, ditenun anak bidadari (Dt. Tueh 1985). Kain songket adalah tekstil mewah ditenun dengan tangan dalam sutera atau katun halus yang dibungkus benang emas atau perak di seluruh pakaian sebagai elemen dekoratif. Asimilasi budaya setempat dengan budaya yang datang dari luar, tergambar dari perpaduan bahan, motif, dan teknik. Seperti unsur dari Cina (Budha), India (Hindu) dan pengaruh unsur Arab (Islam).

 **serupa kolase, data dan tulisan ini saya rangkum dari labellabel keterangan yang terdapat di Museum Adityawarman.

*

 

Bagi saya museum adalah rangkuman peristiwa suatu peradaban pada suatu masa dalam kurun waktu tertentu. Seperti makanan terhidang lengkap; pembuka hingga penutup. Pengetahuannya tersaripatikan serta teruji para ahli. Itu sebabnya kenapa saya senang berkunjung ke museummuseum. Namun, menyederhanakan bahasa sejarah ke dalam tulisan yang renyah dibaca masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi saya. Alhasil, tulisantulisan saya berkait budaya dan sejarah seringkali masih terasa sangat text book. Ya, belajar memang tidak berkesudahan selama kita hidup, mau tidak mau akan selalu ada hal baru yang menuntut kita menyesuaikan diri dan beradaptasi –semisal; kenormalan baru dampak dari pandemi yang tengah kita jalani sekarang.

Mengunjungi Museum Adityawarman laiknya mengupas lapis demi lapis keindahan tersembunyi kebudayaan Minangkabau, sebagaimana tagline-nya; “The Hidden Beauties Of Minangkabau Cultures."yk[]


 

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di Museum Adityawarman, Padang, Sumatera Barat.


 

 

“Tanpa ingatan, tidak ada budaya. Tanpa pengingat, tidak akan ada peradaban, tidak ada masyarakat, tidak ada masa depan.”

-- Elie Wiesel –

 

 

 


 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.

 

0 comments:

Post a Comment

Kota Tua Padang dan Jembatan Sitti Nurbaya_ Edisi 3Some Travelers

kota tua padang dan 3some travelers
3Some Travelers di Kota Tua Padang, Sumatera Barat.


 

 

“Bangunlah kekasihku umat Melayu.

Belahan asal satu turunan bercampur darah 

dari dahulu persamaan nasib jadi kenangan.”

-- Buya Hamka –

 

 

 

Apakah anda penggemar berat pelajaran sejarah dan geografi? Mmmm… seingat saya, sejak sekolah dasar hingga menengah dulu, keduanya tidak masuk dalam pelajaran favorit. Bagi saya dulu, sejarah adalah tentang menghapal tanggal penting suatu peristiwa, perang, dan berbagai kisah masa lampau dengan namanama tokoh yang acapkali sulit dilafalkan. Geografi kemudian berkaitan erat dengan sejarah dan budaya karena berbicara soal aktivitas manusia dengan alam (tempat) dan bagaimana pengaruhnya terhadap peradaban manusia. Semuanya berubah total ketika saya masuk kuliah jurusan Seni Teater. Bayangkan untuk melahirkan sebuah karakter, diperlukan pendalaman dan research menyeluruh untuk memberi latar belakang sosial dan budaya. Begitu pula untuk bisa memainkan sebuah tokoh, selain hapal teks naskah drama, diperlukan penghayatan peran melalui pendalaman latar belakang kehidupan sosial budaya si tokoh sehingga bisa memerankannya serealistis mungkin. Sejak itulah sejarah dan geografi berada dalam kategori favorit. Hell yea!! Mempelajari sejarah dan geografi praktis menjadi kebutuhan dasar ketika saya memutuskan memilih menjadi penulis sebagai profesi, baik untuk menulis fiksi mau pun non fiksi.

*

 

kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Gedung Geo Wehry and Co, Kota Tua Padang, Sumatera Barat.
 

Masih di kota Padang. Kali ini saya mengunjungi Kota Tua Padang atau disebut juga Padang Lama, yang berada di sekitar kawasan Batang Arau, Muara, Padang. Sejarah mencatat bahwa sepanjang sungai Batang Arau merupakan peradaban pertama di Kota Padang. Sekitar abad ke-14 Pelabuhan Muara dan Padang Lama mulai berkembang, dan sekitar akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, semakin ramai dengan aktivitas perdagangan antar negara. Padang Lama pesat sebagai kota besar di Sumatera pada masanya. Bahkan pemerintah Kolonial pernah menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan dan kekuatan militer.

 


kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Salah satu ruas jalan di Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

Kondisi Padang Lama saat ini sebagian besar terlihat lusuh, tak berpenghuni dan membutuhkan perawatan. Pada ruas jalan menuju arah Jembatan Sitti Nurbaya, suasana berubah lebih terbarukan. Kafekafe modern, minimalis, cute dengan aneka ukuran berdiri besebrangan dengan sisi sungai Batang Arau yang dipenuhi bermacammacam perahu. Perekonomian cukup menggeliat di sini, toko klontongan banyak berdiri. Beberapa diantaranya terlihat ramai. Padang Lama menjadi kawasan multi etnis; India, Tiongkok, Nias, Melayu, Jawa dan Minangkabau. Waktu untuk mengeksplorasi kawasan Padang Lama baiknya dilakukan pada pagi hari, atau sore menjelang malam. Upayakan jangan di siang bolong seperti yang saya lakukan. Bukan apaapa, panasnya hari akan terasa lebih menyengat karena area berjalan kaki dan trotoar lengang pepohon rindang..

 


kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Ruas jalan yang sudah di perbaharui, Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

Sedikitnya ada 6 (enam) bangunan di kawasan Padang Lama berada dalam kategori cagar budaya Dinas Pariwisata, yaitu:

1. Eks PT. Surya Sakti; dibangun sekitar akhir abad ke-19 sebagai kantor, yaitu PT. Surya Sakti. Kemudian dibeli oleh Dr. TD Pardede dan saat ini digunakan sebagai gereja.

2. Museum Bank Indonesia; didirikan pada tahun 1830, gedung ini dulu bernama De Javasche Bank, adalah eks gedung Bank Indonesia yang kini menjadi museum.

3. Gedung Geo Wehry and Co; berdiri sekitar tahun 1926, gedung ini adalah sebuah perusahaan dagang terkenal pada masanya. Kini digunakan sebagai gudang.

4. Padangsche Spaarbank; berdiri pada tahun 1908, pernah digunakan sebagai Kantor Bank Tabungan Sumatera Barat. Kini tidak dipergunakan lagi.

5. Klenteng See Hien Kiong; klenteng ini dibangun sekitar abad ke-19. Kerusakan cukup parah akibat gempa 2009, dan pada tahun 2010 dibangun ulang pada lahan di dekatnya.

6. Masjid Muhammadan; masjid ini merupakan peninggalan umat muslim keturunan India, dibangun pada tahun 1843 dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.


masjid muhammadan kota tua padang
Dokumentasi 3Some Travelers - Masjid Muhammadan Kota Tua Padang, Sumatera Barat.

*

   

Eksplorasi Kota Tua Padang berujung pada pangkal jembatan Sitti Nurbaya. Jembatan yang dibangun tahun 1995, menjadi penghubung Kota Tua Padang dengan Gunung Padang. Kita bisa menikmati pemandangan alam dari atas jembatan, Samudera Hindia ke arah barat, Bukit Barisan ke timur. Nama Jembatan Sitti Nurbaya memang diambil dari cerita klasik yang melegenda di daerah tersebut, dan dipopulerkan oleh Marah Rusli.

 

jembatan sitti nurbaya kota tua padang
Foto by Icky - Yunis Kartika di atas jembatan Sitti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat.

Jika suka membaca karya sastra Angkatan Balai Pustaka, tentu akan mengetahui novel roman Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, penulis kelahiran Padang tanggal 7 Agustus 1889. Novel yang diterbitkan tahun 1922 ini begitu terkenal dan lebih terkenal lagi ketika divisualkan menjadi film layar lebar, mini seri, sinetron dan yang terbaru diangkat menjadi drama musikal. Sitti Nurbaya dan Samsulbahri, seringkali dianggap sebagai “Romeo dan Juliet”-nya Indonesia. Kisah cinta dengan akhir tragis. Berlatar budaya Matriarki Minangkabau masa penjajahan Belanda, ditulis dengan bahasa indah, mendayu, puitis, penuh diksi dengan kalimatkalimat metafora. Tokoh utama dalam novel ini Sitti Nurbaya, Samsulbahri, dan Datuk Maringgih.

 

Alur cerita linear, Sitti Nurbaya dan Samsulbahri adalah teman kecil yang menjelma menjadi sepasang kekasih ketika beranjak remaja. Mereka berencana akan menikah setelah Samsulbahri menyelesaikan studinya menjadi dokter di Jakarta. Sementara itu Sitti Nurbaya menanti di kampung halaman. Ketika masa penantian, dimulailah intrik licik Datuk Maringgih hingga menyebabkan usaha ayahnya bangkrut dan terlilit hutang pada sang Datuk yang dikenal licik, jahat, kasar, dan tamak. Sebagai bakti anak pada ayahnya, Sitti Nurbaya menawarkan dirinya untuk diperistri Datuk Maringgih sebagai jalan keluar pengganti pelunasan utang piutang ayahnya. Cerita semakin rumit dengan konflik, tragedi demi tragedi tak terelakan. Para tokohnya dibenturkan pada budaya, adat, pemikiran, religi dan situasi melawan Belanda untuk menaikkan pajak di Padang. Peran anak bangsa dan bawahan penjajahan membuat bias moralitas tokoh utama protagonis dan antagonisnya yang dipengaruhi dendam dan konflik kepentingan pribadi. Sitti Nurbaya adalah korban dari semua kepelikan itu.

 

Sejujurnya tema buku ini sangat kompleks, bukan hanya sebatas kisah cinta mudamudi yang tidak berhasil bersatu. Lebih dari itu bagaimana budaya matriarki (mengacu pada sistem kepemimpinan dan budaya dari pihak perempuan atau pihak ibu) dan ketaatan agama menjadi landasan dalam kehidupan seharihari. Kotradiksi peran perempuan dan lakilaki, isu gender dan emansipasi. Untuk membedah novel ini kita perlu menyelami pemikiran pengarangnya, karena sebuah karya lebih sering didasari pengalaman dan konflik pribadi pengarang. Salah satu karakter tokohnya menjadi corong menyuarakan pikiran dan pendapatnya.

 

Marah Rusli bin Abu Bakar lebih dikenal dengan nama kepenulisannya Marah Rusli, dilahirkan di Padang. Ayahnya adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran yang bernama Sultan Abu Bakar, beliau adalah seorang Demang. Marah Rusli berpendidikan tinggi, menyukai bacaan bukubuku dari Barat, ia menikah dengan seorang gadis Sunda kelahiran Buitenzorg –kini Bogor—tahun 1911. Dikaruniai dua anak lelaki dan seorang perempuan. Pernikahannya dengan perempuan Sunda tidak diinginkan oleh orang tuanya, namun Marah Rusli bersikukuh pada sikapnya dan mempertahankan pernikahannya. Meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung, dan dimakamkan di Bogor, Jawa Barat. H.B Jassin memberi beliau gelar sebagai Bapak Roman Modern Indonesia.

*dari berbagai sumber.

 


sungai batang arau
Dokumentasi 3Some Travelers - Batang Arau dilihat dari atas jembatan Sitti Nurbaya, Padang, Sumatera Barat.

Kawin paksa dan perjodohan adalah persepsi salah yang mengemuka di masyarakat atas kisah Sitti Nurbaya, Samsulbahri dan Datuk Maringgih, dan perlu diluruskan. Karena tidak sedikit kisah perjodohan oleh orangtua yang terjadi dalam kehidupan nyata, kemudian dikaitkan dengan kisah ini. Seolaholah menjadi pembenaran atas kisah tragis perjodohan. Yang tepat adalah, Sitti Nurbaya menempatkan dirinya sebagai seorang anak yang berbakti kepada orangtua, sehingga menyodorkan diri dan hidupnya dengan sukarela sebagai jalan keluar untuk permasalahan yang membelit ayahnya –di luar kompleksitas situasi dan budaya. Pengorbanan adalah harga mahal. Setelah tahu kebenarannya, tentu tak ada yang ingin menjadi Sitti Nurbaya, kan?

*

  

Matahari masih akan meninggi. Segelas kopi Americano ice menemani rehat siang di Taman Sitti Nurbaya sambil mengurai ingatan kala Novia Kolopaking memerankan tokoh Sitti Nurbaya dengan memesona.yk[]

 

yunis kartika
Foto by Icky - Yunis Kartika di depan Taman Sitti Nurbaya Padang, Sumatera Barat.

 

 

“Cinta bukanlah mainan sang waktu, sekali pun lewat bibir dan pipi yang merah bersemu. Dalam jangka sabitnya yang melengkung, 

cinta tak berubah bersama singkatnya jamjam dan mingguminggunya, 

melainkan justru semakin kuat hingga di ujung waktu.”

-- William Shakespeare --

 

 

 

 


 

 

 

PS : sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^

 

 

 

0 comments:

Post a Comment