Museum Randang Padang_ Edisi Samayo
Samayo di Museum Randang, Sumatera Barat. |
“Duduak sahamparan, makan saedangan.”
(Duduk sehamparan, makan sehidangan)
--Pepatah bijak Minang--
Tahu makanan
randang atau rendang? Atau bahkan sukaaaaa banget? Tahu makanan
ini berasal dari daerah mana, apa saja bumbunya, bagaimana mengolahnya dan apa filosofi
makanan randang? Kalau belum tahu dengan detail, yuk, simak apa
yang akan saya dan Samayo bagikan di edisi kali ini.
*
Edisi kali
ini kami kembali lagi membagikan oleholeh perjalanan dari Padang, dengan tema
khusus RANDANG. Seharusnya edisi kali ini kami membahas bukoan puaso
yang lemak nian (bukaan puasa yang enak sekali-red) di jalan Sudirman,
depan Masjid Agung Nur Arofah sesuai dengan apa yang kami utarakan di edisi
lalu. Namun, karena satu dan lain hal (klasik ya? xoxoxo…) tema tersebut
harus kami ganti. Benang merahnya; samasama membahas tentang makanan khas
daerah.
Menurutmu,
satu kata apa yang mengingatkan pada Kota Padang, Tanah Minang dan Sumatera Barat? Sangat mungkin
jawabannya beragam. Bisa jadi jawabannya; tanah kelahiran; keluarga besar, jam
gadang; Bung Hatta; Masjid Raya; rumah adat; Tuanku Imam Bonjol; Istano Basa;
Buya Hamka; songket tradisional Minangkabau; sate Padang, dan mungkin masih
panjang daftar list-nya. Atau bisa jadi jawabannya lebih sederhana; Randang!
Randang atau rendang, entah bagaimana
sejarahnya terjadi perubahan huruf vokal ketika menyebutkan nama makanan ini
dari ‘a’ menjadi ‘e’, di luar daerah asalnya Sumatera barat. Semisal di pulau Jawa
Barat –Bandung dan sekitarnya, bahkan di rumah makan Padang pun orangorang atau
penjual dan pembeli menyebutnya ‘rendang’ bukan ‘randang’. Namun perubahan
vokal dalam penyebutan nama jenis makanan ini, tidak mengubah arti, makna dan
bentuk makanan itu sendiri. Randang atau rendang, tetap merujuk
pada; jenis makanan yang pokoknya berasal dari daging (sapi terutama), berwarna
hitam penuh rempah, pedas dengan aroma kuat yang khas. Setelah membaca tulisan
ini mungkin wawasan kita tentang randang akan sedikit bertambah.
*
Dok pribadi - Suasana dalam Museum Randang. |
Museum Randang Sumatera Barat, terletak di dalam
komplek Museum Adityawarman jalan Dipenogoro No. 10, kota Padang. Museum
Adityawarman sendiri memiliki koleksi arkeologi*, biologika*, etnografika*,
historika*, filologika*, geologika*, numismatika*,
senirupa, teknologika*, keramalogika*, dan Museum Randang
yang berdiri sendiri. Untuk detail dan lengkapnya tentang Museum
Adityawarman akan kami bahas next ya.
Museum Randang tidak terlalu besar, hanya satu
ruang utama dengan berbagai ornamen yang modern. Dindingdindingnya dipenuhi
dengan aneka informasi tentang sejarah randang, bumbubumbu untuk membuat
randang, yang terbuat dari akrilik. Termasuk tulisan “Musem Randang”
yang berada di dalam ruangan terbuat dari akrilik. Juga peta penyebaran randang
di dunia yang menempel pada salah satu dinding dan peta daerah ragam randang
yang menempel di dinding lainnya. Sementara pilarpilar penyangga ruang dihiasi
dengan informasi jenisjenis randang dan asal daerahnya beserta contoh randang
dan bumbu; untuk contoh randangrandang dan bumbu yang diperlihatkan dalam
kotak display akrilik membuat kami agak sedikit ragu; apakah asli atau terbuat
dari lilin, karena sangat mirip makanan asli. Sayangnya kami tidak bisa
mengkonfirmasi atau menanyakan hal ini, karena tidak ada satu pun petugas
museum yang terlihat. Jadilah kami harus puas dengan menerkanerka.
Dok pribadi - Randang Dagiang khas Sumatera Barat |
Nah, jika masuk
dan berkeliling searah jarum jam, maka bisa dirunut seperti ini; bagian awal
adalah sejarah randang, kemudian keterangan tentang bumbubumbu yang digunakan
dalam pembuatan randang, lalu peralatan dapur tradisional yang digunakan
termasuk aneka jenis pisau atau alat pemotong. Dilanjutkan dengan display
peta penyebaran randang di dunia, lalu display fotofoto dalam frame
khusus dengan efek cahaya dari belakang seperti neon box yang
memperlihatkan para Mamak (ibu) dari berbagai lini waktu tengah mengolah
dan membuat randang. Fotofoto ini tercetak dalam nuasa lampau; kekuningan,
monokrom dan hitam putih. Melangkah sedikit kami membaca statement atau
pernyataan –entah hasil survei tahun berapa karena tidak dituliskan, dari CNN
pada salah satu dinding ruang yang berbunyi; “Randang Makanan Terlezat No 1
di Dunia.”. Tepat di samping tulisan itu, terdisplay dua buah kursi
berwarna merah, meja kaca bulat dengan kemiringan tertentu memperlihatkan tiga
jenis randang dalam piring putih, lalu karpet monokrom (pula) hitam
putih yang menjadi alas dengan gambar ornamen yang entah ada filosofinya atau
tidak, atau hanya hiasan pemanis belaka. Terdapat penyekat yang membatasi tamu
dan display yang bertujuan agar tetamu tidak sembarangan menyentuh pajangan.
Menuju arah keluar kami kembali melihat display foto dalam neon box
dengan nuansa dan objek yang sama dan display peta ragam randang
di Sumatera Barat. Bagian tengah mayoritas kosong, display informasi
lainnya menempel pada pilarpilar ruang seperti yang kami jelaskan di atas.
Dok pribadi - Statemen CNN tentang randang. |
Dok pribadi - Display di salah satu sudut Museum Randang, Sumatera Barat. |
Inilah sejarah randang, semoga membacanya tidak terlalu seperti text book yang akhirnya malah bikin ngantuk xoxoxo…
Dipercaya
pada abad ke-14 sudah banyak orangorang India yang tinggal di daerah Minang dan
bumbu serta rempahrempahan sudah diperkenalkan oleh mereka. Ahli waris tahta
kerajaan Pagaruyung juga membuka adanya kemungkinan bahwa randang merupakan
kari yang diproses lebih lanjut. Yang membuat berbeda adalah randang
memiliki sifat yang lebih kering. Sehingga bisa jauh lebih awet jika
dibandingkan dengan kari.
Ada juga yang
mengatakan bahwa masakan kari yang sudah menjadi makanan khas India dan
diperkenalkan pada abad ke-15 di daerah Minang, merupakan dasar dari randang.
Hal ini sangat mungkin mengingat adanya kontrak perdangangan dengan India pada
masa itu.
Bagi masyarakat
Minang, randang telah ada sejak dahulu kala. Tidak banyak yang
benarbenar mengetahui asalusul pertama kali randang dibentuk, namun dari
penelitian mengatakan randang diduga telah ada sejak abad ke-16. Sejarah
randang juga tidak lepas dengan kedatangan orangorang dari Arab dan India
di kawasan pantai barat Sumatera.
Ternyata catatan
mengenai randang mulai ditulis secara masif pada awal abad ke-19. Seorang
peneliti pernah mencoba menjelaskan beberapa literatur yang tertulis pada abad
ke-19. Catatan harian Kolonel Stuers yang pada tahun 1827 menulis tentang
kuliner dan sastra. Di dalam catatan tersebut sering kali muncul secara
implisit deskripsi kuliner yang diduga mengarah pada randang, dan
tertulis istilah makanan yang dihitamkan dan dihanguskan. Hal ini menurut
seorang peneliti adalah salah satu metode pengawetan yang biasa dilakukan oleh
masyarakat Minang. Randang berasal dari kata “merandang”, yaitu
memasak santan hingga kering secara perlahan. Hal ini cocok dengan randang
yang memang butuh waktu lama untuk dimasak hingga kuahnya kering. Pada literatur
tersebut menyatakan bahwa masyarakat Minang di daerah Darek (darat)
biasa melakukan perjalanan menuju Selat Malaka hingga ke Singapura yang memakan
waktu kirakira sekitar satu bulan melewati sungai. Karena sepanjang jalan tidak
ada perkampungan, para perantau menyiapkan bekal yang tahan lama yaitu randang.
Dok pribadi - Randang Itiak khas Bukittinggi. |
Jika dilihat dari peta Ragam Randang, ada 10 (sepuluh) jenis randang dari Sumatera Barat. 5 (lima) jenis berasal dari Kota Payakumbuhdan Kota Bukittinggi, 1 (satu) jenis dari Sawahlunto, 2 (dua) jenis dari Kab. Sijungjung, 1 (satu) jenis dari Kab. Agam, dan 1 (satu) jenis terakhir berasal dari Kota/Kab. Pariaman.
Macammacam randang;
Randang Talua*, Randang Runtiah*, Randang Cubadak*, Randang Tumbuak*, Randang
Daun Kayu*, Randang Baluik, Randang Jariang, Randang Itiak, Randang Lokan, dan
Randang Pensi*. Kami hanya mendapati beberapa jenis randang saja
yang dibahas dan didisplay secara detail, yaitu;
Randang
Jariang (jengkol)
berasal dari Bukittinggi. Randang jariang ini juga melalui proses
yang panjang. Jariang direndam selama 1 hari sebelum dimasak, kemudian digoreng.
Setelah itu direndam lagi ke dalam air setengah jam, selanjutnya dipipihkan
agar bumbu meresap.
Randang
Lokan berasal
dari daerah Pariaman. Lokan adalah kerang dengan cangkang yang cukup
besar yang berasal dari muara sungai. Untuk memasaknya tidak diperlukan waktu lama,
cukup sampai lokan berwarna merah kehitaman saja.
Randang
Baluik atau
belut berasal dari daerah Batusangkar. Cara pengolahan randang baluik
adalah belut dibakar terlebih dahulu di atas arang kelapa, lalu dilumuri jeruk
nipis, garam dan bawang putih, kemudian goreng sesaat hingga daging empuk. Setelah
itu baru dicampurkan dengan bumbu olahan randang.
Randang
Rabu berasal
dari daerah Payakumbuh. Rangdang rabu atau biasa disebut juga randang
paru terbuat dari paruparu sapi. Keunikan randang rabu ini
memiliki dua jenis yakni randang rabu basah berminyak dan randang
rabu kering.
Randang
Itiak berasal
dari daerah Bukittinggi. Randang itiak atau dalam bahasa
Indonesia disebut randang itik. Pengolahannya agak sedikit rumit
dibandingkan yang lain. Randang itiak sedikit berminyak karena lemak
yang berasal dari daging itik.
Terakhir randang
dagiang yang merupakan randang umum di daerah Sumatera Barat. Randang
Dagiang atau daging adalah jenis randang yang sudah sangat
populer hingga ke mancanegara. Randang dari daging sapi pilihan, untuk
acara tertentu daging kerbau dijadikan randang. Semantara di daerah
tertentu ada juga randang yang terbuat dari daging kambing.
Dok pribadi - Randang Lokan khas Padang Pariaman. |
Setelah mengetahui
jenisjenis randang, sekarang kita beralih ke bumbubumbu apa saja yang
digunakan untuk membuatnya. Ternyata tidak asal bumbu yang digunakan, tetapi
harus dipilah dan dipilih. Seperti memilih jodoh, xoxoxo…
Kelapa; merupakan bagian penting dalam
pembuatan randang. Biasanya untuk menentukan jumlah kelapa yang
digunakan adalah dengan cara menghitung kelapa berdasarkan butiran. Bagian yang
digunakan adalah saripati kelapa atau yang biasanya disebut dengan santan.
Cabai merah; dari tiga macam bahan utama randang,
cabai adalah salah satunya. Tidak ada ketentuan jenis cabai yang digunakan,
yang penting cabai merah segar dan biasanya disebut dengan cabai merah
keriting.
Bawang
merah; pemilihan
bawang merah yang bagus adalah bawang yang bulat tidak lembek, serta tidak
keriput. Jika ingin menyimpan bawang di dapur dalam jumlah yang banyak
sebaiknya pilihlah bawang yang masih memiliki akar dan disimpan di tempat
terbuka.
Bawang
putih; bawang
putih yang digunakan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan bawang
merah. Pilihlah bawang yang besarbesar, tidak busuk dan tidak keriput.
Jahe; tidak terlalu banyak digunakan
untuk bumbu pembuatan randang dibandingkan dengan lengkuas. Jahe memberikan
aroma wangi yang khas dan cita rasa agak pedas.
Lengkuas; bentuk lengkuas hampir sama dengan
jahe namun lengkuas memiliki warna lebih kemerahan. Pemilihan lengkuas yang
baik adalah yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua agar diperoleh aroma lengkuas
yang kuat.
Pekak; adalah jenis rempahrempah yang
bentuknya menyerupai bintang dan memiliki biji kecil di setiap ruasnya.
Ketumbar; ketumbar dan merica memiliki
bentuk yang hampir sama. Untuk membedakan kedua jenis rempahrempah ini adalah
ketumbar memiliki bentuk kulit yang lebih berserat dan bergarisgaris.
Kemiri; buah kemiri digunakan sebagai
pewarna agar randang lebih berwarna hitam.
Daun kunyit; daun kunyit yang bentuk daunnya
lebar dan memanjang ini menjadi pelengkap bumbu dan memberikan aroma khas
mewangikan randang.
Daun serai; daun serai merupakan bumbu yang
berasal dari batang tanaman. Sebagian orang mengolahnya dengan cara dimemarkan,
namun untuk sebagian orang menggunakannya dengan cara dihaluskan.
Daun jeruk; merupakan tambahan penyedap alam
yang memiliki aroma sangat enak dan penambah rasa yang kuat. Meskipun bentuk
daunnya tidak terlalu besar namun aroma yang dihasilkan sangat kuat dan menyegarkan.
Daun salam; daun ini manfaatnya sebagai
pengharum masakan. Daun salam bisa diolah dalam bentuk daun yang segar maupun
daun yang sudah kering.
Dok pribadi - Peralatan tradisonal membuat ragam randang. |
Ternyata, randang
bukan sekadar makanan khas daerah. Di dalamnya terkandung filosofi mendalam. Segala
aspek penunjang terjadinya makanan randang memiliki makna tersendiri. Kami
pun baru mengetahuinya sekarang dalam kunjungan ke museum ini. Apa saja
filosofinya, ini dia;
Daging; daging melambangkan niniak mamak
(Datuk/pemangku adat) dan bundo kanduang (sebutan untuk ibu kandung atau
perempuan sulung yang telah berkeluarga). Dimana mereka akan memberikan
kemakmuran pada anak pisang (anak dari saudara lelaki) dan kemenakan.
Karambia; karambia atau kelapa
melambangkan kaum intelektual atau yang dalam bahasa Minang disebut candiak
pandai (kaum cerdik pandai/intelektual), dimana mereka merekatkan kebersamaan
kelompok maupun individu.
Lado; lado atau sambal sebagai
lambang alim ulama yang tegas dan pedas dalam mengajarkan agama,
Bumbu; pemasak atau bumbu melambangkan
setiap indivisu, dimana masingmasing individu memiliki peran sendirisendiri
untuk memajukan hidup berkelompok dan untur terpenting dalam hidup
bermasyarakat di Minang.
*sumber informasi dari Museum Randang, Padang, Sumatera Barat. Untuk mengetahui secara mendalam semua istilah yang ada dalam catatan, silakan mencari di mesin pencarian internet atau bukubuku referensi. Tulisan ini hanya sebagai pengantar.
Dok pribadi - peta penyebaran randang di Museum Randang, Sumatera Barat. |
Setelah tahu
semua informasi tentang randang ini, cara makan randang ‘rendang’
kita akankah berbeda? Hmmm… mungkin akan lebih lahap dari biasanya xoxoxo…
Bangga bukan menjadi bagian Indonesia yang kaya tradisi dan budaya. Untuk satu
jenis makanan saja, kita bisa belajar mendalam makna filosofisnya, dan menulis
edisi Museum Randang mengingatkan kami –Yunis, dalam hal ini, pada tugas
makalah mata kuliah Semiotika dulu. Well, terima kasih sudah mampir dan
membaca kisahkisah sepatu di blog sepatusepatuyunis. Untuk kalian yang
masih berpuasa, tetap sehat dan jangan kendor ya... dan untuk kalian yang non
muslim, stay health and happy! Sampai edisi selanjutnya.yk[]
“Alah bauriah bak sipasin, kok bakiek alah bajajak.
Habih tahun baganti musim sandi adat jangan dianjak.”
(Meskipun tahun berganti dan musim berubah,
tetapi
pegangan hidup janganlah lepas)
--Pepatah bijak Minang--
Foto by Icky - Yunis Kartika di Museum Randang, Sumatera Barat. |
Catatan:
Arkeologi;
ilmu kepurbakalaan.
Biologika;
benda koleksi disiplin ilmu biologi.
Etnografika;
benda koleksi budaya disiplin ilmu antropologi.
Historika;
benda koleksi yang memiliki nilai sejarah.
Filologika;
benda koleksi disiplin ilmu filologi.
Geologika;
benda koleksi disiplin ilmu geologi.
Numismatika;
alat tukar atau mata uang yang sah.
Teknologika;
benda yang menunjukkan perkembangan teknolgi tradisional dan modern.
Keramalogika;
benda koleksi pecah belah terbuat dari tanah liat yang dibakar.
Randang
Talua; randang telur.
Randang
Cubadak; randang olahan nangka
Randang
Tumbuak; randang daging tumbuk dibulatkan.
Randang
Daun Kayu; randang dari daun surian, arbai, jirak, malimali dan rambai.
Randang
Pensi; randang kerang kecil air tawar.
PS
: sila untuk menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya
untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah berkunjung ^_^
0 comments:
Post a Comment