Yogyakarta Si Kota Istimewa_ Edisi Mukadimah
Dok. pribadi - Bandara Internasional Yogyakarta. |
“Kota kita tidak memerlukan kata pujian yang
berlebihan.
Dia hanya perlu sentuhan kasih dari hati nurani kita.”
—Sri Sultan Hamengkubuwono X—
Ini tentang
Yogyakarta, kota dengan banyak julukan dan mematri kenangan pada setiap mereka
yang pernah datang. Kota yang lekat dengan tradisi, santun, ramah, dan kaya
budaya asli Jawa. Kota bernuansa klasik, mistis, namun terbuka pada perubahan. Kota
yang sibuk namun juga sepi hingga menimbulkan inspirasi bagi mereka yang
menganggap diri seniman. Kota dimana saya pernah singgah untuk waktu yang tak
sebentar, tak terhitung pula berapa kali datang dan pergi untuk berbagai keperluan.
*
Di Indonesia,
Yogyakarta menempati peringkat kedua setelah Bali sebagai destinasi favorit wisatawan
untuk dikunjungi. Menjadi kota tujuan study tour bagi pelajar dari
berbagai macam sekolah antar provinsi, baik tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada waktuwaktu tertentu, kota Yogya
akan dipenuhi busbus yang membawa para pelajar ke berbagai tujuan wisata. Sebutlah
Candi Borobudur, Candi Prambanan, Benteng Vredeburg, Monumen Yogya kembali,
Keraton Yogyakarta, Alunalun Kidul dan lainnya, kemudian akan berakhir di
Malioboro dan pasar Beringharjo sebagai surga berbelanja oleholeh khas, seperti
batik ataupun beragam cinderamata dengan harga relatif terjangkau, jangan
lupakan bakpia patok, salah satu makanan khas yang wajib dibeli untuk buah
tangan. Tujuan wisata lain yang biasa dituju adalah Pantai Parangtritis dan
Kaliurang yang berhawa sejuk, terletak di lereng Gunung Merapi sebelah utara Kota
Yogyakarta.
Dok. pribadi - Tugu Yogya, salah satu ikon kota. |
Awal tahun
2000-an, Yogyakarta menjadi sentral booming-nya Seni Rupa Indonesia imbas
positif dari geliat seni rupa Cina dan Asia. Di kota ini lahir senimanseniman
rupa yang tetiba menjadi crazy rich artist dengan terjualnya
lukisanlukisan ataupun instalasiinstalasi seni dengan harga fantastis. Galeri, seniman,
kurator, dan kolektor, menjamur—meskipun tumbang satupersatu terseleksi alam dengan
sendirinya—dalam satu dekade. Sebagai salah satu kota yang memiliki pendidikan
institusi seni yang mumpuni, Yogyakarta tak pernah kekurangan seniman. Selain seni
rupa, dari kota ini lahir senimanseniman dengan akar tradisi Jawa-nya yang
menasional dan mengglobal. Kantungkantung seni begitu hidup. Di Taman Budaya, panggung
pertunjukkan tak henti menampilkan bermacam kelompok teater, para penyair
melahirkan karya berupa bukubuku puisi. Seniman otodidak maupun seniman
sekolahan berbaur dalam perdebatan konsep kekinian tentang teori seni Timur dan
Barat ataupun makna dari seni itu sendiri. Tentu saja perdebatan bermuara pada mana
seni yang lebih tinggi dan lebih abadi. Kotak karya dengan label “hight art”
atau “low art”.
Kota seluas
32,5 Km2 dengan jumlah penduduk kurang lebih 4 juta jiwa ini memiliki sejarah
panjang. Diawali dengan ditandatanganinya perjanjian Giyanti pada masa Pemerintah
Kolonial Belanda. Isi perjanjian tersebut adalah membagi Mataram menjadi dua,
yaitu kerajaan Surakarta dan Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat dengan rajanya
Pangeran Mangkubumi yang lebih dikenal dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Pada
tanggal 13 Maret 1755 beliau mengumumkan daerah kekuasaannya dengan nama Ngayogyakarta
Hadiningrat, yang ibu kotanya Ngayogyakarta atau Yogyakarta.
Dok. pribadi - Bangunan Cagar Budaya Kantor Kedaulatan Rakyat. |
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan
menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari
Presiden Republik Indonesia. Saat menjabat inilah beliau mengeluarkan dekrit kerajaan
atau amanat 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Daerah Kasultanan dan Daerah
Pakualaman merupakan Daerah Istimewa. Status Daerah Istimewa ini merujuk
pada kewenangan atau otonomi atas halhal yang berkaitan dengan pemerintahan dan
pengaturan kehidupan sosial.
Barubaru ini
saya kembali mengunjungi Yogya sambil mendampingi suami kunjungan dinas selama
beberapa hari. Dalam cuacanya yang panas lembap, saya menyempatkan diri
berjalanjalan di sekitaran Yogya. Seperti pada umumnya kebanyakan kotakota
besar di Indonesia yang tak bisa menampik perubahan, wajah Yogya mengalami polesan
di sanasini. Tempat wisata buatan bermunculan, lahanlahan dimaksimalkan. Dari Tebing
bekas tambang, bebukit, hingga sawah, diolah menjadi tempat penghiburan yang wajib
dikunjungi. Yogya nampak lebih modern, lebih tertata, lebih cerah, lebih bersih,
lebih hangat, namun anehnya aura tradisi Jawa memancar lebih kuat. Perubahan signifikan
terlihat pada bandar udara internasional barunya yang sangat nyeni,
dimana karya lukis dan karya instalasi dari senimanseniman rupa—Yogya terutama—menjadi
bagian tak terpisahkan dari bandara. Ruangruang kosong disulap menjadi ruangruang
pamer laiknya galeri seni, dindingdinding dipenuhi berbagai lukisan bermacam
ukuran dan ragam tema.
Dok. pribadi - Suasana pengambilan bagasi di Bandara Internasional Yogyakarta. |
Dok. pribadi - Salah satu karya instalasi rupa di Bandara Internasional Yogyakarta. |
Terlepas dari
sejarah yang melatarbelakangi sebutan “Daerah Istimewa Yogyakarta”, faktanya
kota ini memiliki sejumlah magnet yang membuatnya benarbenar istimewa dan
terasa personal. Meski tak banyak, semoga anda suka oleholeh perjalanan dari
Yogya yang akan saya bagikan dalam beberapa artikel ke depan. Pada tingkat
tertentu, Yogya akan selalu mendapat tempat di hati saya. Ya, anda tahu? Seistimewa
itu Yogyakarta.yk[]
Foto by Icky - Yunis Kartika di Bandara Internasional Yogyakarta. |
“Banyak kisah disembunyikan kota, tetapi kita tak tahu
maknanya.
Apa pentingnya semua itu bagi kita?”
—Agus Noor—
PS : sila menulis komentar,
membagikan, atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan
saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^
#yogyakarta
#yogya
#jogja
#yogyakartakotaistimewa
#daerahistimewayogyakarta
0 comments:
Post a Comment