Oto Pownis Kendaraan Bersejarah di Bangka_ Edisi Spesial

 

oto pownis bangka
Dok pribadi - Oto Pownis di Museum Timah Indonesia Pangkalpinang, Bangka.


 

 

 

“Masa lalu tidak pernah hilang. Ia ada tetapi tidak tahu jalan pulang.

Untuk itu ia menitipkan surat, kadang kepada sesuatu yang tidak kita duga.

Kita menyebutnya kenangan.”

—Aan Mansyur—

 

 

 

 

Banyak sekali ciri kehidupan masyarakat di pulau Bangka saat ini yang merupakan hasil asimilasi dan akulturasi budaya dengan masyarakat Tionghoa. Akulturasi budaya pribumi Bangka (Bangkanese) dengan beberapa etnik group termasuk orang Tionghoa membentuk budaya Bangka dan membentuk orang Bangka. Berbagai wujud kebudayaan material maupun sistem sosial yang ada di Bangka merupakan akulturasi dan asimilasi serta hasil lokal genius orang Bangka. Salah satunya adalah bentuk moda transportasi darat yang dikenal dengan sebutan Mobil atau Oto Pownis.

 

Pada tahun 1959 pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan PP 10 Tahun 1959 yang berisi larangan bagi orang asing terlibat dalam kegiatan perdagangan dan usaha lainnya kecuali dilakukan di ibukota kabupaten atau kotamadya atau daerah Swatantra (di pulau Bangka berarti di Sungailiat dan Pangkalpinang). Kebijakan ini dimaksudkan untuk mematahkan keterlibatan etnis Tionghoa dalam perdagangan dan usaha lainnya di kampungkampung Indonesia, yang kebanyakan dikuasai orangorang Tionghoa asing. Kebijakan ini hampir tidak berlaku sepenuhnya di pulau Bangka, mengingat latar historis kedatangan orang Tionghoa ke Bangka di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang Darussalam. Pemukiman orang Tionghoa telah berkembang di hampir 10 Distrik di pulau Bangka pada masa Hindia Belanda, seperti Belinyu, Jebus, Toboali dan Merawang.

 

Berdasarkan sensus tahun 1971, penduduk Kabupaten Bangka berjumlah 362.438 jiwa dengan 45.829 jiwa adalah warga keturunan Tionghoa, dan 53.356 adalah orang Tionghoa warga negara asing. Artinya 27 persen penduduk Kabupaten Bangka adalah etnisTionghoa dan hampir 54 persen dari etnis Tionghoa adalah warga negara asing. Sedangkan di Pangkalpinang pada tahun 1970, etnis Tionghoa yang kewarganegaraan asing sekitar 15.000 orang. Oleh sebab itu usaha perdagangan dan usaha lainnya seperti moda transportasi darat antara Pangkalpinang-Sungailiat yang dijalankan oleh orang Tionghoa warga negara Indonesia mereka namakan dengan POWNIS (Persatuan Otooto Warga Negara Indonesia). Untuk mempertegas eksistensi usahanya dan sebagai implementasi dari kebijakan pada PP 10 Tahun 1959.

 

Oto Pownis merupakan sarana transportasi yang menghubungkan Pangkalpinang dan Sungailiat (Pinkong-Liatkong), hal ini sangat memungkinkan karena kondisi jalan dan jembatan yang cukup memadai pada waktu itu. Pemerintah Belanda untuk memperlancar trasportasi dari distrik Pangkalpinang ke Distrik Merawang yang baru dibentuk dan selanjutnya menuju Distrik Sungailiat, sesuai ketentuan dalam pasal 30 Lembaran Negara 1831 nomor 62, mulai membangun jalan baru dari Baturusa ke Distrik Pangkalpinang, yang jaraknya lebih diperpendek sekitar 43 paal dan diselesaikan pada tahun 1851. Pemerintah Belanda juga membangun jalanjalan setapak untuk mempermudah transportasi antar kampung yang ada di Distrik Pangkalpinang dan Sungailiat.

 

Oto Pownis sebagai sarana transportasi melayani penumpang dan barang dibuat berbentuk bus oleh tukangtukang di pulau Bangka menggunakan mesin merk Mitshubishi, Daihatsu, dan GMC, berbahan bakar solar dan bensin. Mobil secara umum berbahan kayu baik badan, tempat duduk, maupun pintu dan jendela. Umumnya jenis kayu yang paling baik digunakan adalah kayu ubak.

 

oto pownis bangka
Dok MTI @museumtimahindonesia - Tampak pengunjung akan berkeliling menggunakan Oto Pownis. 

Selain kayu ubak, bisa juga dipakai kayu Bangka jenis lainnya seperti kayu Medang, Mentangor, dan Menggris. Jendela dapat dinaikturunkan sesuai kondisi dan cuaca, serta jendela terdiri dari plastik berbingkai kayu. Untuk bagasi penumpang berada di bagian atas mobil dengan tangga pada bagian belakang. Pada saat ramai penumpang, kadangkadang kondektur berada di tangga atau barang diikat di tangga. Warna mobil secara umum di cat dengan warna merah untuk kepala mobil dan warna kuning gading untuk badan mobil.

 

Pada era tahun 1970, 1980, dan 1990, beroperasi sekitar 53 unit. Oto Pownis tersebut mengantri penumpang di terminal Pangkalpinang dan terminal Sungailiat sesuai dengan nomor lambungnya. Mobil tidak hanya menaikturunkan penumpang di terminal, tetapi penumpang dapat naik dan turun di jalan dan kampung sepanjang rute Pangkalpinang-Sungailiat sesuai dengan kebutuhan penumpang, bahkan mobil sering disewa untuk pergi ke Pantai atau kegiatan massal lainnya.

 

Seiring dengan masuknya mobilmobil penumpang ukuran minibus seperti L-300, Oto Pownis pun berangsurangsur tersisihkan. Sampai tahun 2000 Oto Pownis masih beroperasi, dan pada tahun 2012 masih beroperasi sekitar 7 unit, setelah itu kemudian menghilang. Pada minggu kedua bulan April 2016 Dinas Pariwisata Kota Pangkalpinang memperkenalkan kembali Oto Pownis untuk kegiatan city tour pada Pangkalpinang Travel Mart 2. Dengan membawa para buyers se-Indonesia berkeliling meninjau destinasi wisata di Pangkalpinang. Pada hari itu PT. Timah mengeluarkan 2 unit Oto Pownis untuk city tour demi kemajuan pariwisata Kota Pangkalpinang, dan untuk membangkitkan memori kolektif masyarakat Bangka akan masa lalunya. Honoring The Past, Celebrating The Future.yk[]

*sumber/retype dari booklet Museum Timah Indonesia Pangkalpinang

 



 

“Pesona dari sejarah dan pelajarannya yang penuh tekateki terdiri dari fakta

bahwa dari zaman ke zaman tidak ada yang berubah,

namun semuanya benarbenar berbeda.”

—Aldous Huxley—

 

 

 

 




 

PS : sila menulis komentar, membagikan atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi.

 

0 comments:

Post a Comment