Suatu Hari di Kampung Sampireun Garut_ Edisi Latih



Perjalananku kali ini tidak jauhjauh, hanya sebuah tempat rekreasi yang cukup eksotis, dengan rumahrumah panggung terapung dan danau buatan.

Jadi begini...

Hari masih terlalu dini waktu itu. Yunis dengan tergesa (dan seringkali tergesa) memakai dan menyeretku. Masih dalam balutan udara dingin, dia menghentakan kaki dan tentu saja membuatku terhentak. Seolaholah mengajak aku merasakan semangat dini hari untuk sebuah perjalanan yang hari itu agak malas kuikuti. Sebuah sepatu juga butuh istirahat, kan?
Untuk sebuah sepatu, mungkin aku agak manja. Mengingat bahwa Yunis memiliki lebih dari sepasang sepatu, aku sempat berpikir; “kenapa sih harus aku yang melakukan perjalanan sepagi buta ini?” Akhirnya yang bisa kulakukan adalah mengikuti keinginannya melakukan perjalanan di pagi buta.

Kami –aku dan Yunis, mengendari sebuah mobil dengan brand yang sangat menjamur di kota ini. Dengan laju kecepatan wajar, mobil membawa kami memasuki jalur bebas hambatan atau biasa disebut jalan tol. Tujuannya adalah gerbang tol Cileunyi. Jarak tempuh 32KM yang dilalui dengan kecepatan ratarata tidaklah memakan waktu banyak, apalagi dengan kondisi kepadatan kendaraan tidak seberapa. Sedang matahari baru menampakkan semburat di ufuk timur. Melalui gerbang tol ini, orangorang dengan tujuan lintasan antar kota bahkan antar provinsi bisa melaluinya. Gerbang tol ini merupakan penutup paling timur dari kota Bandung menuju kotakota lain semisal; Jatinangor, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Cirebon dan lainnya. Bahkan kotakota tersebut merupakan perlintasan menuju provinsi Jawa Tengah dan seterusnya.

Kali ini, aku tidak akan membicarakan lintasan menuju provinsi lain. Cukup hanya menuju sebuah kota yang terkenal dengan makanan khasnya; dodol dan krupuk kulit. Ya, kota Garut. Kota dengan sebutan 1000 (seribu) santri dan menjadi kota tujuan jika hanya ingin sekadar membuat rileks badanmu dengan berendam di air panas natural. Tapi sejujurnya aku juga tidak akan bercerita tentang itu. Ini khusus hanya tentang sebuah perjalanan menuju rumahrumah terapung dengan danau buatan.

Waktu menunjukan pukul 7 pagi kurang, ketika keluar dari pintu jalan bebas hambatan. Sekitar daerah Cileunyi, mobil berhenti. Penumpangnya keluar untuk membeli makanan khas kota Sumedang. Tahu. Kadang aku heran, kenapa manusia cenderung mentaati waktuwaktu untuk mengisi perut meskipun tidak lapar. Seperti halnya; bahwa pagi adalah waktu dimana perut diisi untuk sarapan, tengah hari ketika matahari tepat berada di tengahtengah langit manusia harus mengisi perutnya untuk makan. Kemudian diselasela makan siang menuju makan malam –sekitar jam 19.00 WIB, manusia mengisinya dengan waktu minum kopi atau minum teh atau mengganjalnya dengan makanan ringan. Kadangkadang aku berpikir ribet sekali menjadi manusia. Terlalu banyak waktu yang diabiskan untuk mengisi perutnya.

Mungkin suatu waktu aku ingin membahas soal ini, atau bisa jadi Yunis memiliki ide untuk melakukan penelitian kenapa manusia membagi 3 (tiga) waktu utama untuk mengisi perutnya. Atas dasar apa, dan kebudayaan negara mana yang memperkenalkan kebiasaan makan dengan pembagian waktu seperti itu.

Ah, baiklah, kita kembali ke topik.
Setelah membeli perbekalan untuk sarapan cepat --maksudnya cepat adalah dilakukan di dalam mobil yang melaju guna menghemat waktu agar cepat tiba di tujuan-- kami melanjutkan perjalanan. Yunis sempat terkantukkantuk entah di kilometer berapa. Kakinya bertaut membuatku juga ikut meringkuk seperti berpelukan satu sama lain. Yunis seperti mengerti, dalam udara yang masih terbilang dingin sepasang sepatupun perlu kehangatan. Bisa jadi akupun ikut terkantuk.

Perjalanan memakan waktu kurang lebih 2 jam, mengantarkan kami pada sebuah lokasi yang kubilang eksotis tadi. Sebenarnya jarak tempuh menuju kota Garut tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar 53KM dari Cileunyi, tapi mungkin karena countur jalan yang berkelok dan naik turun membuat waktu tempuh lebih lama dari waktu normal jika melewati track lurus saja. Well, toh akhirnya kami sampai juga di lokasi.

Kampung Sampireun. Ke sanalah tujuan utamanya. Kita akan diajak melalui jalur kota. Ada beberapa persimpangan dan jika bingung, kita bisa melihat dan mengikuti ramburambu kota agar terhindar dari tersesat. Ramburambu tersebut cukup memudahkan arah jalan yang harus kita ambil menuju lokasi.

Sebuah lokasi yang lagilagi harus kubilang eksotis karena memang demikian. Eksotis merupakan pandangan wisatawan asing untuk menggambarkan betapa “timur” negaranegara “timur” dalam pandangan mereka yang sangat Western. Jadi, aku meminjam istilah itu untuk menggambarkan ke-eksotis-an tempat ini.

Eksotis atau romantis? Ah, kukira hanya tergantung dari siapa dan kepentingan apa pengunjung datang ke Kampung Sampireun. Matahari beranjak menuju jalur perlintasan untuk memberikan penghidupan dan kehidupan pada manusia. Dalam hangatnya yang menjelang panas, kami menatapi danau buatan, rindang pepohonan, deretan rumahrumah panggung yang terapung di danau buatan, perahuperahu kosong, rakitrakit bambu sederhana yang bertengger di pinggirpinggir danau dan kolamkolam berisi ratusan ikan berwarna keemasan dengan campuran putih, merah menyala, hitam dan keperakan, yang memonyongkan mulutmulut mereka meminta perhatian para pengunjung untuk sekadar memberi remahremah makanan. Ikanikan ini memang sangat jinak. Pemandangan layak setelah jarak dan waktu tempuh yang kami lalui.




Kampung Sampireun memiliki 22 bungalow. Dengan 20 kamar Deluxe Garden. Bungalow memiliki banyak variasi, diantaranya; 7 kamar yang disebut Kalapalua Suite, 4 kamar Kurjati Suite, 1 kamar Kurjati Cluster, 4 kamar Kalalua Cluster, 10 kamar Waluran dan 1 kamar Malayang Suite Hill.

Kamar Deluxe Garden memiliki bangunan seperti kondo (kondominium; apartemen). Ada 5 kondo; setiap kondo memiliki 4 kamar dengan twins room terpisah. Terbuat dari bambu dengan atap dedaun pohon kelapa didesain dengan gaya unik namun lebih modern karena berkolaborasi dengan tembok permanen.

Untuk bisa menikmati liburan di sini, Kampung Sampireun menawarkan paketpaket 7 hari sebelum lebaran, setelah lebaran, paket tujuh hari sebelum natal dan sesudahnya, termasuk paket menikmati tahun baru, pengunjung dikenakan biaya tambahan sebesar 10 persen dari harga normal. Biaya untuk menikmati liburan di Kampung Sampireun di harihari biasa berkisar antar 2.100.000 sampai dengan 4.500.000. namun, jika hari besar dan liburan harga tersebut dikenakan kenaikan seperti diatas tadi, yaitu kenaikan 10 persen.

Jangan khawatir, harga tersebut sudah termasuk didalamnya minuman selamat datang, sarapan pagi dan makan malam sesuai dengan kapasitas bungalow, teh ataupun kopi serta cemilan khas sunda gorengan di sore hari, kemudian cemilan khas lainnya seperti surabi di pagi hari dan ditemani dengan segelas minuman khas sunda yang disebut sekoteng.

Kita juga tidak akan bosan, karena Kampung Sampireun memberikan pelayanan untuk menjelajahi danau buatan dengan menggunakan perahu cinta (perahu dengan dekorasi hati yang dibuat dari bambu dan dedaunan di atas perahu yang bisa dinaiki) ataupun dengan menggunakan perahu berkapasitas lebih dari 10 orang, atau bisa juga menggunakan rakit dengan desain sederhana. Di tengah rimbunnya pepohon pinus yang tumbuh mengitari dan memenuhi hampir sebagian besar kawasan daratan, membuat lupa bahwa Kampung Sampireun berada di Garut. Kupastikan ada sensasi yang menggelitik hati lebih dari sekadar pepohon pinus.

Kalau kamu adalah pasangan yang mencari tempat untuk melakukan pemotretan pra wedding atau kamu adalah pasangan yang baru menikah, Kampung Sampireun merupakan tempat yang tepat untuk mendapat spotspot cantik dalam foto pra wedding atau tempat yang romantis khas pedesaan untuk mengabadikan momen bulan madu dengan harga yang cukup kompetitif. Nah, penasaran dengan sejarah Kampung Sampireun, atau kenapa tempat ini dinamai Kampung Sampireun, kita bisa datang langsung dan mendapat informasi lebih lengkap. Tidak hanya membaca melalui brosur tapi bisa langsung menikmati keunikan Kampung Sampireun.




Fiuuuuuhhhh...

Akhirnya, Yunis melepaskan aku juga. Dengan bertelanjang kaki dia menikmati air danau membasahi kakinya yang seharian mengajakku berkeliling tanpa jeda dari satu lokasi ke lokasi lain di tempat ini.

Boleh jadi aku memang manja, dan kemewahan alam yang tidak sederhana ini benarbenar membuatku ingin lebih bermanjamanja.

Mungkin kamu tidak bisa melihat matahari tenggelam di lokasi ini, namun sisasisa jingga di ufuk barat akan membuatmu terpesona. Dan bayangbayang pepohon pinus adalah ketakjuban yang perlu diperhitungkan.

Bisa dibayangkan? Nah, sampai jumpa di petualangan Latih dan Yunis berikutnya.yk[]

0 comments:

Post a Comment