Segelas Kopi Kong Djie Penutup Hari di Tanjung Pandan_ Edisi Penikmat Kopi

 

Barista Kong Djie Coffee Siburik
Dok pribadi - Kakak Barista di Warung Kopi Kong Djie Siburik Tanjung Pandan, Belitung.


  

 

“Kurang atau lebih, setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”

—Joko Pinurbo—

 

 



 

 

Lagilagi saya tertidur dalam mobil di antara perjalanan satu tempat ke tempat lainnya. Ketika Icky menepuk halus tangan saya untuk membangunkan, terdengar suara Pak Sugeng yang entah bagaimana masih saja terdengar ceria. “Sudah sampai tempat ngopi,” ujarnya seraya mematikan mesin mobil. Saya memang meminta beliau untuk mampir ke warung kopi tradisional sebelum pulang ke hotel. Saya duduk lebih tegak, menengok ke kirikanan yang sebagian besar gelap tanpa penerangan cukup seraya menggenapkan diri. Icky dan Pak Sugeng beranjak hampir bersamaan, saya pun segera mengikuti setelah meregangkan tubuh.

 

warung kong djie coffee
Dok pribadi - Papan nama warung Kong Djie Siburik dengan tekoteko tingginya yang klasik.

dekorasi figura di Kong Djie Coffee Siburik
Dok Pribadi - Dekorasi figurafigura foto di Kong Djie Coffee Siburik, Tanjung Pandan, Belitung.

Adalah warung kopi Kong Djie, tempatnya berada di ujung pertigaan Jl. Siburik, Tanjung Pandan. Salah satu warung kopi legendaris yang ada di pulau Belitung. Malam itu pengunjung di dalam warung terlihat cukup ramai, sehingga menyisakan beberapa tempat duduk saja yang berada di luar. Kami memilih tempat agak di sudut berbatasan dengan pagar tanaman.

 

Warung kopi Kong Djie tidak terlalu besar, dalam pencahayaan lampu pijar kesan padat dan jadul kental terasa. Pada dinding berwarna kuning, coklat, dan putih lusuh, figurafigura foto terpasang menjadi dekorasi sederhana. Orangorang duduk berkelompok dengan ceritanya masingmasing sambil sesekali menyeruput kopi serta menikmati penganan. Kami pun memesan menu andalan khas Kong Djie; kopi susu, pisang bakar dan mie goreng. Sambil menunggu, Pak Sugeng bercerita tentang sejarah warung kopi ini. Meskipun asli keturunan Jawa, Pak Sugeng sudah puluhan tahun menetap di Belitung, sehingga hapal betul selukbeluk pulau tersebut, termasuk sejarah warung kopi Kong Djie.

 

Sebelum dijalankan secara waralaba seperti sekarang, warung kopi Kong Djie pertama kali dibuka tahun 1943 sebelum masa Indonesia merdeka oleh penduduk asli keturunan yang bernama Ho Kong Djie, yang pada mulanya bermigrasi dari Pulau Bangka. Penamaan warung “Kong Djie” diambil dari namanya sendiri. Di warung inilah masyarakat sekitar kota Tanjung Pandan memulai tradisi minum kopi sambil kongkow dan bertukar cerita. Biji kopinya sendiri didatangkan dari Pulau Sumatera dan Jawa. Pada waktu itu, Pulau Bangka Belitung tidak memiliki perkebunan kopi sendiri—saat ini di beberapa tempat terdapat kebun kopi berjenis robusta—sehingga pasokan kopi otomatis harus didatangkan dari luar pulau. Kongkow dan minum kopi di warung kopi kemudian menjadi budaya yang menyebabkan menjamurnya warungwarung kopi di Tanjung Pandan. Hal inilah yang membuat Tanjung Pandan mendapat julukan “Kota 1001 Warung Kopi”.

 

kakak barista Kong Djie Coffee di antara tekoteko kopi tinggi
Dok pribadi - Senyum ramah kakak barista Kong Djie Coffee di antara tekoteko kopi tinggi. 

Menu kopinya sendiri hanya dua jenis saja; Kopi O atau Kopi Hitam, dan Kopi Susu. Kedua kopi ini biasanya dihidangkan dengan singkong goreng atau pisang goreng, dengan harga jual yang terjangkau. Dalam tahuntahun perkembangannya, menu camilan pun turut berkembang dan semakin bervariasi bergantung dari lokasi dan daerah Kong Djie berada. Kenapa saya katakan ‘segelas’, bukan ‘secangkir’? Karena penyajian kopi di warung Kong Djie Siburik ini menggunakan gelas bening—berbagai ukuran dari yang sedang hingga tinggi—tidak menggunakan cangkir yang memiliki telinga pada salah satu sisinya.

 

Pesanan kami tiba, asap mengepul dari gelasgelas menguarkan aroma kopi mengundang selera ditingkahi pisang bakar yang juga menguarkan aroma tak kalah menggoda. Tangan saya sibuk mengaduk endapan susu tebal di dasar gelas, Icky meniupniup mie gorengnya yang bertoping telur mata sapi, dan Pak Sugeng menjawil sepotong pisang goreng. Malam masih akan panjang, celoteh dan gelak tawa pengunjung menjadi latar di belakang. Cukuplah, segelas kopi menjadi penutup hari ini dengan rasa syukur atas pertemuan, pertemanan, dan perjalanan yang luar biasa. Semoga besok lusa masih akan ada gelasgelas kopi lain menjadi penanda hari.yk[]

 



 

Yunis Kartika di Kong Djie Coffee Siburik
Swafoto - Yunis Kartika, Icky dan Pak Sugeng di warung kopi Kong Djie Siburik, Tanjung Pandan, Belitung.

 

  

 

“Tak ada yang mudah dalam hidup,

bahkan untuk menikmati secangkir kopi diperlukan perjalanan panjang.”

—Yunis Kartika—

 

 

 

 

 

 

 

 

 



PS : sila menulis komentar, membagikan, atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^^

 

0 comments:

Post a Comment

Klenteng Dewi Kwan Im di Burong Mandi Belitong_ Edisi Olwen

 

KLENTENG DEWI KWAN IM
Dok pribadi - Patung Dewi Kwan Im di Burong Mandi, Belitung.


  

 

“Jangan selalu melihat atau mengecam kesalahan orang lain,

tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran.”

—Dewi Kwan Im—

 

 

 


 

Seingat Yunis, ia mulai mengetahui sosok Dewi Kwan Im lewat film serial asal Hongkong yang tayang di sebuah stasiun swasta tahun 1997 - 1998an dengan judul “Journey to The West” atau yang lebih dikenal dengan judul lain “Kera Sakti”. Dewi Kwan Im menjadi salah satu karakter Dewa Dewi yang digambarkan welas asih, bijaksana, dan menjadi penyelamat tokohtokoh utamanya selama perjalanan mencari kitab suci.

 

Meskipun keseluruhan cerita Kera Sakti adalah kisah fiksi, namun beberapa simbol yang dihadirkan adalah simbolsimbol dari kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa. Novelnya sendiri terinspirasi dari perjalanan Biksu Xuanzang ke India, sebuah perjalanan spiritual yang dimaksudkan untuk mencari kitab suci.

 

KLENTENG DEWI KWAN IM
Dok pribadi - Gerbang masuk ke kompleks peribadatan Klenteng Dewi Kwan Im.

KLENTENG DEWI KWAN IM
Dok pribadi - Tampak atas bagian dalam kompleks peribadatan Klenteng Dewi Kwan Im.

Dalam sejarahnya, Kwan Im pertama dikenalkan ke Tiongkok pada masa seratus tahun sebelum masehi, bersamaan dengan masuknya agama Budhha. Sehingga seringkali Kwan Im dianggap merupakan penjelmaan Buddha. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian dan hakka yang dipergunakan mayoritas komunitas Tionghoa di Indonesia. Pada dinastidinasti sebelumnya, sosok Kwan Im digambarkan berpotongan pria. Namun sejak masa Dinasti Ming sekitar masa seratus tahun ke-15, Kwan Im secara utuh adalah wanita. Legenda Dewi Kwan Im sendiri memiliki berbagai versi yang erat kaitannya dengan pengaruh petuah Taoisme serta Kong Hu Cu.

 *


Klenteng Dewi Kwan Im terletak di desa Burong Mandi, Kecamatan Damar, Belitong Timur. Klenteng ini merupakan salah satu tempat ibadah terbesar dan tertua di Belitong bagi umat Buddha. Dibangun tahun 1747, menjadi bukti peninggalan sejarah dari peradaban agama Buddha di pulau ini. Seiring waktu, bangunan klenteng telah mengalami perbaikan serta perubahan, dengan penambahan yang menekankan pada ciri khas arsitekturnya yang bergaya Tiongkok baik dari segi ornamen maupun perpaduan warna merah dan emasnya.

 

KLENTENG DEWI KWAN IM
Dok pribadi - Tangga menuju patung Dewi Kwan Im.

KLENTENG DEWI KWAN IM
Dok pribadi - Reliefrelief Dewi Kwan Im pada dinding di belakang patung Dewi Kwan Im.

Yang paling mencolok di area kompleks peribadatan tersebut tentu saja patung Dewi Kwan Im yang dibangun tinggi menjulang dalam pose salah satu perwujudannya. Pada dinding pagar yang berada di belakang patung terdapat pahatan atau reliefrelief tentang Dewi Kwan Im. Meskipun memiliki banyak wujud, kedudukan, nama dan julukan, pada umumnya Dewi Kwan Im ditampilkan sebagai sosok wanita cantik rupawan, anggun dengan aura keibuan yang kuat. Daya tarik lainnya dari klenteng ini, anda dapat menikmati panorama objek wisata pantai Burong Mandi yang letaknya tidak terlalu jauh dengan tempat peribadatan.

 

Atmosfer klenteng di sore hari lebih syahdu dan sunyi. Matahari mulai menggelincir ke barat perlahan, ke balik patung Dewi Kwan Im. Tak ada pengunjung lain, tinggal Yunis, Icky, dan Pak Sugeng yang juga beranjak pergi. Jelang perayaan Waisak beberapa hari lagi, Sepatusepatuyunis mengucapkan; Selamat Hari Raya Waisak 2023 bagi yang merayakannya. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta.yk[]

  


YUNIS KARTIKA
Foto by Pak Sugeng - Yunis Kartika di Klenteng Dewi Kwan Im Burong Mandi, Belitung.


 

“Dua orang saling mengakui kesalahan masingmasing,

maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa.”

—Dewi Kwan Im—

 

 

 








 

 

 

PS : sila menulis komentar, membagikan, atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling mengunjungi. Terima kasih sudah mampir ^_^





0 comments:

Post a Comment