Menunggu Revitalisasi Pantai Batu Kapur Bangka Selatan_ Edisi 3Some Travelers
Dok 3Some Travelers - Bagian pantai Batu Kapur Bangka Selatan yang masih terlihat menarik. |
“Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia,
bukan untuk memenuhi keserakahan manusia.”
Dari Bangka
Barat, tujuan perjalanan kembali bergeser ke Selatan, seperti berputarputar memang. Menuju pantai Batu Kapur yang
katanya terdapat pusat kuliner makanan khas Bangka, dan tentu saja seafood
atau aneka hidangan laut hasil tangkapan langsung para nelayan sekitar. Saya langsung
membayangkan menu makan siang hari itu bakar ikan laut, sambal kecap, dan oseng
kangkung. Tambah udang goreng tepung, oseng toge, serta kelapa muda, boleh lah.
Makan siang sembari ditemani angin pantai, sedaaap… Xoxoxo…
Dok 3Some Travelers - Penanda menuju pantai Batu Kapur Bangka Selatan. |
Pantai Batu
Kapur letaknya di Desa Tanjung Ketapang, berjarak -/+ 1,5 km dari pusat kota
Toboali. Rasanya tidak terlalu jauh dari Batu Belimbing, tahutahu sudah tiba di
pantai Batu Kapur. Di area kendaraan roda empat, beberapa mobil terparkir. Begitu
pula area roda dua, nampak motor berderet tertib. Pertanda baik, pikir saya. Artinya
orang sengaja datang ke suatu tempat untuk makan, menandakan tempat dan
makanannya istimewa.
Dok 3Some Travelers - Tendatenda dan gazebogazebo untuk menikmati aneka kuliner di pantai Batu Kapur. |
Saya segera
turun setelah mobil menepi dan terparkir dengan baik. Tendatenda sedang aneka
warna berderet rapih dengan kursi meja begitu tertata rapih dan bersih. Beberapa
tenda terpal dibuat agak lebar dan besar khusus bagi rombongan. Di tepi lainnya
persis dekat bibir pantai, gazebogazebo dari kayu sederhana berjajar
manis. Semilir angin laut dengan aromanya khas mengundang saya untuk berjalanjalan
sejenak sebelum memutuskan berhenti di kedai mana dan memesan hidangan lautnya.
Namun, saya
agak terkejut ketika melihat jauh lebih ke dalam. Aroma khas yang tadi saya
endus, berganti dengan bau tidak sedap. Belasan perahu nelayan menepi hingga ke
darat seperti telah lama tidak dipergunakan menangkap ikan. Beberapa jala
terburai tak terurus. Makin ke dalam gundukan pasir berwarna coklat kehitaman
menggunung bercampur dengan air pantai yang mengental. Inilah sumber aroma
tak sedap itu ternyata, batin saya. “Pantai Batu Kapur memang sudah
rusak, makanya saya tidak menyarankan ke sini,” Bro Tony buka suara,
seperti membaca pikiran saya. “Tapi orangorang masih datang kemari untuk
makan ya? Di brosur yang saya terima di bandara pun pantai Batu Kapur masuk dalam
tujuan wisata yang harus dikunjungi, loh…” sergah saya dan diamini oleh
Icky.
Dok 3Some Travelers - Kondisi pantai yang memerlukan revitalisasi segera di pantai Batu Kapur Bangka Selatan. |
Tatap saya
masih nanar melihat kondisi tersebut ketika memutar balik badan untuk kembali
ke area depan. Untungnya letak kedaikedai dan tendatenda makan cukup jauh dari
gunungan polusi tersebut, sehingga bau tak sedap dikaburkan angin laut.
Kedai Ibu
Sumi “Masak Habang”, menjadi pilihan dengan berbagai pertimbangan. Tidak ada
ikan segar hasil tangkapan baru. Semua ikan sudah dibekukan dari hasil
tangkapan seminggu sebelumnya. Raut wajah Icky menampakkan kecewa, ikan laut
segar adalah kegemarannya. Akhirnya Icky memilih ikan ayamayam untuk dibakar,
udang di goreng tepung dan tumis apa saja yang ada. Sembari menunggu makanan
datang, saya bertanya pada Ibu Sumi kenapa tidak ada ikan segar yang dijual? “Banyak
kapal tambang,” dalam logat daerah kental Ibu Sumi menjawab sambil menunjuk
ke arah laut, “Ikannya takut. Airnya kotor banyak lumpur, jadi kalau nangkap
ikan harus jauh. Belum tentu juga dapat. Kami mau protes, nah, mau demo. Nggak ada
ikan, susah.” Wajahnya yang polos menyiratkan keseriusan dan keprihatinan. Ah,
saya hanya bisa mengangguk, tak bisa mengeluarkan katakata penghiburan dan
rasanya memang tak tepat.
Dok 3Some Travelers - Kedai Ibu Sumi di pantai Batu Kapur Bangka Selatan, view dari arah pantai. |
Jauh ke arah
laut nampak kapalkapal keruk tambang timah diam tak bergerak. Entah sudah
berapa lama kapalkapal itu berada di sana. Pandangan mata saya jatuh pada
bebatu granit yang sesekali disapa riak ombak air pantai yang kotor kecoklatan.
Bibir pantai Batu Kapur 90% tertutup lumpur imbas dari kapal tambang timah,
pantas saja nelayan gelisah. Kasihan laut, kasihan nelayan.
Padahal pantai
Batu Kapur didaulat menjadi salah satu sentra kuliner dan souvenir. Di pantai
ini malah bisa menyaksikan surya tenggelam. Dengan fasilitas dan pendukung
akomodasi pariwisata, sudah seharusnya pantai Batu Kapur mendapat prioritas
revitalisasi*. Mengingat perekonomian penduduk setempat dan pariwisatanya sudah
jalan, sayang jika tidak segera mendapat perhatian pemerintah.
Revitalisasi
pantai menjadi cara untuk memperbaiki dan melindungi pantai, agar kehidupan
ekosistem pantai dan stabilitas perekonomian nelayan yang tinggal di sekitar
pantai Batu Kapur bisa bangkit kembali. Pantai cantik dan sehat, pastinya akan
sangat menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung. Nelayan senang,
pengunjung nyaman, pemerintah daerah pun tenang. Winwin solution, kan? Ini
hanya saran orang awam.yk[]
*Revitasilasi menurut KBBI adalah proses, cara, perbuatan
menghidupkan atau menggiatkan kembali.
**Tulisan ini dibuat berdasarkan kondisi di lapangan pada bulan Juni 2022 lalu.
Dok 3Some Travelers - Kondisi penanda tempat yang membutuhkan pembaruan. |
“Manusia sering melakukan halhal yang tidak terpuji
karena keserakahan mereka.”
—Hyun Go Wun—
PS : sila menulis komentar, membagikan
atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling
mengunjungi.
0 comments:
Post a Comment