Museum House of Sampoerna Surabaya_ Edisi Latih


Latih, narasi kali ini biar aku yang ambil bagian ya..

Kota Surabaya. Kota Buaya. Ada tahun dimana sangat enggan untuk kembali ke sana. Satu pengalaman pada suatu ketika dalam touring pertunjukan monolog, saya mempunyai kesan bahwa Surabaya hanyalah panas, gersang, dan tidak ramah. Namun, berangsur pada kunjungan kedua, ketiga dan keempat secara total kesan itu berubah. Bahkan pada kunjungan terakhir, saya merasa bahwa Surabaya sangat ramah dan sejuk.

Kesan romantis jelas tergambar ketika saya menjejakkan kaki di pusat kota. Terdapat gedunggedung tua di salah satu sudut kota Surabaya. –kita tidak akan membahas gedunggedung tua bersejarah peninggalan kolonial Belanda, ada haru menggelitik hati, merabaraba seperti apa seharusnya sejarah bercerita.



Tak jauh dari kompleks Jembatan Merah, sebuah museum berdiri. Inilah museum House of Sampoerna yang memang berada di kawasan kota tua, Surabaya. Hari itu tidak dipungkiri, panas cukup menyengat. Lagilagi, saya membuat perbandingan. Rasarasanya, panas cuaca tak seperti ingatan panas beberapa waklu lalu.

Kedatangan saya memang tidak sendiri, kebetulan pada kunjungan kala itu saya sedang dalam dinas. Otomatis saya menggunakan bus bersama rombongan. Bus yang saya tumpangi, terparkir cukup jauh dari gerbang museum, maka saya pun harus berjalan kaki untuk mencapai lokasi. Suasana tidak begitu ramai, malah cenderung sepi aktivitas. Ada beberapa becak yang “terparkir” di depan gerbang masuk. Sayangnya, saya tidak berkesempatan berkeliling kota dengan menggunakan becak.

Melewati gerbang, maka kita akan disuguhi dengan panorama gedung tua dengan deretan tamantaman tertata rapi. Beberapa petugas bersigap menyambut tamu. Bagian tengah bangunan berdiri kokoh dan megah dengan arsitektur tiangtiang penyangga dibuat menyerupai batangan rokok. Pada dinding bangunan terdapat sebuat plakat yang memberi informasi singkat, kapan dan bagaimana museum tersebut didirikan. Ditambah dengan sebuah penanda bahwa museum tersebut dengan kontribusinya telah memperoleh penghargaan dari suatu organisasi dunia.



Memasuki area dalam, udara terasa sangat kental dengan aroma tembakau dan cengkeh. Kemudian terdapat sebuah air mancur dan kolam mini yang dipenuhi ikanikan koi. Sebelah kiri-kanan ruangan terdapat koleksi berbagai barang yang pamerkan. Dari mulai sepeda tua yang digunakan pendiri Sampoerna untuk berdagang ketika masih muda, berbagai peralatan yang digunakan untuk mengolah tembakau dan cengkeh, hingga sebuah lemari yang berisi dengan beberapa set kebaya berwarna putih (baca: telah kekuningan karena waktu) yang digunakan oleh keluarga dari masa ke masa yang sengaja di-display beserta cerita yang melingkupinya. 

Jadi, Museum House of Sampoerna mulai menempati bangunan tua yang berdiri mulai tahun 1864. Bangunan ini memiliki dua buah lantai. Lantai pertama berfungsi sebagai ruang pamer, mulai dari beragam aneka bendabenda yang digunakan pada tahuntahun pertama berdirinya pabrik, hingga bajubaju kebaya tadi. Kemudian lantai kedua berfungsi sebagai menjadi ruang penjualan aneka souvenir dan track record prestasi dari yayaysan Sampoerna –terdapat display fotofoto perjalanan yayasan.



Ada sebuah replika menarik yang terdapat di lantai pertama atau dasar, yaitu warung sederhana seperti kioskios masa kini, namun kental dengan nuansa lampau. Warung sederhana ini adalah milik pendiri PT Sampoerna, yaitu Liem Seeng Tee dan istrinya, Siem Tjiang Nio. Replika warung tersebut dilengkapi dengan berbagai “asesoris” kewarungan, semisal stoples makanan, keranjang buah-buahan, serta display kotakkotak rokok.



Dari lantai dua, ada sebuah pemandangan yang menarik. Tentu saja selain bahwa lantai ini menyediakan marchendise Sampoerna yang dijual bebas. Dari atas, dengan leluasa kita bisa melihat area dimana para pekerja pabrik melinting rokok. Sayangnya, pada kunjungan tersebut para pekerja sedang libur, jadi saya hanya bisa menatap ruang kerja yang kosong saja. Pekerja rokok semuanya adalah perempuan. Ketika saya coba berkomunikasi dengan salah satu pegawai yang penunggu area penjualan kenapa pekerja pelinting rokok semuanya perempuan, jawabannya adalah; karena perempuan lebih teliti, cekatan dan tidak banyak menuntut. Menuntut? Saya kejar dengan pertanyaan selanjutnya, menuntut atau lebih murah? Tanya saya. Dengan terbata dan sedikit gugup, menyadari bahwa pertanyaan saya menyangkut gender, pegawai itu menutup dengan cepat: “Saya kurang tahu, itu kebijaksanaan perusahaan.” Giliran saya yang tersenyum. Kecut. Dengan kata lain bahwa perempuan masih lebih penurut, kirakira begitu yang ada dalam benak saya. Tapi, ya, toh saya pun tidak bisa berbuat banyak. Dengan kesadaran bahwa saya tidak bisa memberikan solusi, saya memutuskan untuk kembali ketujuan. Menikmati kunjungan ke museum ini.



Bagaimanapun, saya pikir bahwa museum yang didirikan oleh sebuah pabrik rokok ini telah memberikan cukup banyak kontribusi untuk negara. Meski pada akhirnya, perusahan ini pun di-merjer atau dibeli oleh perusahaan rokok asing juga. Jadi, kehadirannya tidak lagi menjadi amunisi dan properti negara. Sayang memang. Tapi begitulah realitasnya. Namun demikian, museum satu ini layak untuk dikunjungi. Ada sejarahsejarah yang bisa dipelajari. Sebagai manusia tidakkah kita harus bijak belajar dan menghargai sejarah? Jika sedang menikmati Surabaya, jangan lupa berkunjung ke Museum House of Sampoerna ya ^^. Salam.yk[]

0 comments:

Post a Comment

Jelajah Natuna Kepulauan Riau; Sebuah Pengabdian Untuk Negeri_ Edisi Leona

Dokumentasi pribadi dan Tim ekspedisi, Natuna, Kepulauan Riau

sementara hari Ini
jejak dini hari, dingin
terayun di lautmu
muntahan air dari atap langitmu
lalu lagu angin
menerpa,
menyapa,
mengucapkan salam “selamat datang”

sementara hari ini
waktu mengalun lambat
berat tertahan gelombang laut Cina selatan

napas kita sarat harap
daratan cepat tertangkap
perahu segera merapat

sementara hari ini
kita masih terperangkap
-menuju Subi, Agustus 2007


Kepulauan Natuna, 2007

Hari Selasa, 7 Agustus 2007. 18 (delapan belas) personil yang terdiri dari kumpulan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dengan niat pengabdian bertolak menuju Kepulauan Natuna. Penerbangan pukul 17.40 WIB dengan menggunakan pesawat Merpati, bertolak menuju Batam. Tepat pukul 20.00 waktu setempat, pesawat landing di bandara Hang Nadim. Tim penjemputan telah menunggu, mempersilahkan kami untuk beristirahat di kawasan Cendana, Batam.

Keesokan hari, pukul 11.30 waktu setempat, kami semua kembali menuju bandara Hang Nadim. Menunggu pesawat Riau Airlines pada penerbangan 13.55 membawa menuju Ranai, ibukota kepulauan Natuna. Disinilah petualangan dan kesabaran serta nyali diuji. Tepat pukul 15.00, pesawat mendarat. Deretan truk terlihat di sepanjang jalur jalan di luar bandara. Tidak ada penjemputan ekslusif dengan kendaraan ekslusif. Semua orang bergerak cepat. Kami pun bergerak cepat. Menggendong ranselransel yang beratnya luar biasa. Ranselransel yang dipenuhi amunisi untuk keperluan sosialisasi program pendidikan. Kami tidak pernah tahu bahwa medanmedan perjalanan yang tidak lazim akan mempengaruhi semangat pengabdian untuk beberapa waktu ke depan.

Dokumentasi Pribadi dan Tim Ekspedisi; Natuna, Kepulauan Riau


Truk yang kami tumpangi dari Ranai, menuju pelabuhan Penagih. Pelabuhan yang menghubungkan dengan tempattempat tujuan selanjutnya. Tujuan pertama adalah pulau Subi. Dengan menggunakan perahu besar bernama Perintis, gelombang ombak yang luar biasa dasyat memandu kami menuju Subi. Untuk sampai ke Subi, kami harus turun di tengah kegelapan dan lautan. Hanya dengan menggunakan pongpong atau perahu kecil pulau Subi bisa terjangkau.

Dokumentasi pribadi dan Tim Ekspedisi; perjuangan pelajar Natuna, Kepulauan Riau

Pulau Subi terbagi menjadi 5 (lima) desa; Meliah, Terayak, Pulau Panjang, Subi Kecil dan Subi Besar. Keempat desa ini disebut sebagai daratan Subi. Kesenian yang terkenal di Subi adalah Kampang, Hadroh, Zapin dan Pencak Silat. Terdapat pula cerita yang melegenda, yaitu Siti Balqis yang merupakan perempuan tercantik di Subi atau Tanah Merah. Cerita lainnya yang melegenda adalah Abdul Putih, seorang imam yang hidup di zaman bajak laut, dikeramatkan karena meninggal sebagai imam yang berdarah putih.

Dokumentasi pribadi dan Tim Ekspedisi, lautan Natuna, Kepulauan Riau

Tidak ada jadwal yang pasti. Transportasi bergantung pada kebaikan ombak dan kecerahan cuaca. Bisa jadi, jadwal yang telah direncakan molor hingga 1-2 hari. Jika gelombang pasang dan hujan turun dengan deras, maka dapat dipastikan tak ada satupun perahu sebagai satusatunya alat transportasi penghubung dari satu pulau ke pulau lainnya beroperasi. Jika begini, artinya semua rencana musti di jadwal ulang.

Dokemntasi pribadi; cantiknya pantai Sisi di Serasan, Natuna, Kepulauan Riau

Usai melaksanakan program pendidikan kesenian dan lainlainnya di Subi, tim bertolak menuju pulau Serasan. Setelah menunggu 2 (dua ) hari hingga badai mereda, akhirnya tim bisa melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kapal kecil sewaan bernama pongpong tadi dengan harga 2 juta rupiah. Harga yang terbilang cukup mahal kala itu. Tidak banyak yang memiliki pongpong sewaan sehingga, kami sebagai pendatang tidak bisa melakukan pencarian untuk perbandingan harga yang sedikit lebih murah. Yang menyenangkan di pulau Serasan, setidaknya ada sebuah pantai cantik dengan pasir putih membentang. Bersih, tidak bising, penuh dengan penyupenyu penelur dan indah. Pantai Sisi. Menghabiskan hari usai melaksanakan program kerja, seperti menghabiskan waktu di pantai pribadi. Hanya 1-2 orang penduduk lokal, selebihnya, pantai milik kami.

Dokumentasi pribadi dan Tim Ekspedisi; warga Natuna, Kepulauan Riau, yang menunggu transportasi laut, 

Dengan jadwal yang ketat, 2 (dua) hari di pulau Serasan, tim melanjutkan perjalanan menuju pulau Letung dengan menggunakan kapal besar. Kali ini pulau yang akan kami singgahi adalah pulau yang dukup modern dibanding pulaupulau lain yang masuk dalam kepulauan Natuna.  Kabal besar bernama Bukit Raya ini bahkan bisa berlabuh langsung di Letung. Letung merupakan nama ibukota pulau ini, dengan kecamatannya Jemaja – Palmatak. Mata pencaharian masyarakatnya cukup beragam, selain perikanan, masyarakat juga memiliki perkebunana cengeh dan karet. Yang hebatnya lagi, di pulau ini anakanak sekolah mendapatkan paket bebas uang sekolah. Terdapat LSM dan pencinta alam. Hutanhutannya menyediakan kayukayu besar, dan terdapat di Jemaja serta Bunguran. Salah satu pantai kebanggaan yang menjadi tempat pariwisata adalah pantai Padang Melang, dengan hamparan pasir putih yang bersih serta udara yang yang bersih pula. Terhampar sepanjang 10 kilo meter.

Dokumentasi pribadi; suasana pasar apung pulau Tarempak, Natuna, kepulauan Riau

Hanya satu hari saja kegiatan di Letung. Esok harinya dengan menggunakan pongpong lagi, tim melanjutkan perjalanan menuju Palmatak. Kurang lebih 10 jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Payalaman, perjalanan ini lebih panjang dari seharusnya dikarenakan tim memutar menuju Tokong Nanas, Pulau Batu tempat sebuah mercusuar berada. Perjalanan kemudian diteruskan melalui jalan darat dengan menggunakan kendaraan mobil bak terbuka menuju Air Payang. Di pulaupulau yang kami singgahi program pendidikan terus berkelanjutan.

Dokumentasi pribadi; suasana kehidupan di pulau Tarempak, Natuna, Kepulauan Riau

Tempat terakhir dari program ini adalah Pulau Laut. Sebuah pulau yang terletak paling luar dari gugusan pulaupulau yang termasuk dalam kepulauan Riau. Pulau terjauh. Pulau yang diselimuti aura magis, dengan jumlah penduduk yang sangat minim dan hidup dibawah ratarata. Menuju Pulau Laut, rintangan seolah menjadi ucapan selamat datang. Hampir kami berpikir bahwa perjalanan menuju Pulau Laut merupakan perjalan terakhir dalam kehidupan. Bagaimana tidak? Gelombang air pasang menggulung perahu kecil kami. Tidak kurang dari 2 meter ombak mengayun perahu. Dalam kegelapan kami hanya bisa berpasrah. Barangkali in titik dari perjalanan kami, begitulah kami berpikir. Tapi Tuhan masih dalam rancangan yang baik dan manis, kami dibimbing dan dirahmati. Meski gulita, angin kencang, hujan deras dan gelombang pasang mendera, kami tiba di Pulau Laut dengan sambutan mentari yang berlimpah cahaya. Usai badai, serta merta kehangatan mentari tersibak dan merangkul kami dalam kehangatan. Ya, tidak ada badai yang tidak usai. Pun tidak ada pesta yang tak usai pula.

Dokumentasi pribadi; kemeriahan acara HUT RI 17 Agustus, Natuna, Kepulauan Riau

Perjalan menuju pulaupulau di Natuna, kepulauan Riau membawa kesenangan dan kepahitan tersendiri. Ada suka cita yang menggelora, pun ada nestapa yang membungkus. Kau tahu, usai perjalanan ini aku khususnya merasa sangat kecil.  Indonesia yang begitu luas, indah dan sentimentil telah menorehkan beragam rasa dari perjalanan kali ini. Aku tidak hanya dirahmati untuk mengunjungi tempattempat indah. Namun, rasarasanya aku dikutuk dengan rasa yang tak bisa kujelaskan. Kesedihan akan kesenjangan sosial. Kesedihan bahwa mereka belum mendapat fasilitas dan kesempatan yang sama dengan kita yang hidup dan tinggal di Jawa.

Dokumentasi pribadi dan Tim Ekspedisi; suasana kehidupan di Natuna, Kepulauan Riau

9 tahun berlalu, namun sebuah percakapan masih terus terngiang dalam otakku. Seolaholah obrolan ini baru saja terjadi kemarin malam...
            “Dik, titip aspirasi ya... “ ucap seorang guru.
            “Aspirasi apa pak?” tanyaku mendengarkan dengan sungguhsungguh.
         “Aspirasi untuk membangun pulau ini. Pulau yang merupakan bagian dari Indonesia. Adik tahu? Perjalanan panjang melintas lautlaut dengan perahu bergantiganti dan badai, kadang membuat kami lelah, hingga begitu sampai di ibukota kami lupa apa yang hendak kami sampaikan.” Tutur guru itu dengan lugu dan penuh harap.

Dokumentasi pribadi; Pulau Laut, pulau terjauh Indonesia, Natuna, Kepulauan Riau

Aku terpaku, tak bisa berkatakata. Indonesia-ku. Indonesia yang indah dan luas. 9 tahun berlalu, ketika kutanyakan apakah ada perubahan di sana pada guru itu, jawabnya; “Belum dik, masih sama dengan ketika adik kemari 9 tahun lalu...”

Dokumentasi pribadi dan Tim Ekspedisi; kecantikan misterius dan mencekam sore menjelang malam di Pulau Laut, Natuna, Kepulauan Riau


Lalu lidahku kelu. Perjalananku dan tim ini 9 tahun lalu adalah nebar harap. Lalu kurasa kini, bahwa harap itu masih sebatas harap. Tibatiba aku disergap rasa bersalah. Yang bisa kulakukan adalah menulis, kemudian berharap pula bahwa tulisan ini akan terbang pada suatu keajaiban yang bisa membawa perubahan pada mereka nun jauh di sana. Semoga.yk[]

0 comments:

Post a Comment

“Berjaya di Tanah Legenda” Menuju Pon XIX 2016 Jawa Barat_ Edisi Latih



"Perjalanan nyatanya bukan hanya menjelajah ruang dan tempattempat fisik yang bisa dirasakan wujudnya. Perjalanan adalah terbukanya segala kemungkinan dalam hidup untuk dijelajahi." -yk

Suatu ketika, lagilagi sebuah aliran garis hidup bertindak sebagai sutradara. Rancangan harmonis dan dinamis dari sang pencipta telah membuat satu irisan antara sebuah hidup dan hidup lainnya. Sebuah kejadian singkat yang terjadi pada awalnya, cukup untuk membuat bahwa kejadian itu kemudian akan menjadi bagian hidup dalam rentang waktu yang cukup lama. 
             

ANGGAR...   

Adalah sebuah pekerjaan rutin yang biasa Yunis lakukan untuk menjadi seorang notulen pada rapatrapat ataupun sidangsidang tertentu. Namun menjadi notulen pada rapat kerja daerah atau Rakerda olahraga anggar waktu itu nyatanya telah menyeret rangkaian keterlibatan yang lebih dalam. Dari sekadar notulen, akhirnya Yunis ditawari menjadi salah seorang pengurus, yang kebetulan kepengurusan baru masa bakhti 2015 -2019 baru saja terbentuk. Tentu saja meskipun tampak kebetulan tapi tetap tidak tanpa rekomendasi jaminan kredibilitas dan kualitas. –untuk itu Yunis berterimakasih. Pintupintu silaturahmi dan rezeki dibukakan dengan jalanNya lewat tangantangan baik.
            Jadi, begitulah. Yunis resmi menjadi salah satu pengurus anggar yang bernaung dalam sebuah nama “Ikatan Anggar Seluruh Indonesia”, atau biasa disebut IKASI Jabar. Maka, akupun dengan senang hati kini memiliki kegiatan baru. Warawiri “dinas” ke GOR Sasakawa-Padjajaran. Senang bukan kepalang, aku seringkali berada di lapangan melihat atletatlet anggar berlatih fisik dan mengasah teknik guna meningkatkan kemampuan bertanding.




Kalian tahu apa itu olahraga anggar? Begini ya, menurut Wikipedia, Anggar adalah ilmu beladiri menggunakan senjata yang berkembang menjadi seni budaya olahraga ketangkasan dengan senjata yang menekankan pada teknik kemampuan seperti memotong, menusuk atau menangkis senjata lawan dengan menggunakan keterampilan dalam memanfaatkan kelincahan tangan.
Nah, anggar ini terbagi ke dalam nomornomor individual Floret, Degen, Sambel. Nomornomor ini berlaku pula untuk putra-putri dan juga beregu. Penamaan nomor ini berdasarkan pada penamaan senjata yang digunakan. Dalam technical Hand book-nya, inilah pengertian dari nomornomor tersebut; Floret (foil): Pedang yang berbentuk langsing, lentur dan ringan, ujungnya datar atau bulat, tumpul dan berpegas. Bila ditusukkan dapat naik/turun, beratnya 500 gram (5 ons). Pelindung tangan yang terdapat pada floret lebih kecil dibandingkan dengan Degen dan Sabel. Ujungnya untuk menusuk dan bagian bawah pedang untuk menangkis dan menekan. Sedangkan Sabel (sabre): Pedang yang berbentuk segitiga dan sudutnya tidak tajam, seperti parang kecil, semakin keatas semakin pipih dan ujungnya ditekuk hingga tidak meruncing, beratnya 500 gram. Pelindungan penuh menutupi tangan sampai pangkal tangkai. Bagian atas pedang untuk memarang dan bagian bawah untuk menangkis, serta ujungnya untuk menusuk. Terakhir Degen (epée): Pedang berbentuk segitiga dan berparit, pada pangkalnya tebal dan samping keujung kecil, agak kaku. Ujungnya datar dan berpegas dengan pelindung tangan besar, beratnya 750-770 gram. Bagian bawah pedang untuk menangkis dan ujungnya untuk menusuk.


Anggar, menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke XIX mendatang. Jadi, saat ini seluruh atlet, pelatih, pengurus dan managemen tengah mempersiapkan segala sesuatunya. Mengingat bahwa Jawa Barat juga menjadi tuan rumah pelaksanaannya pada bulan September 2016 nanti.
            Judul di atas, “Berjaya di Tanah Legenda”, merupakan tema yang diangkat dalam PON ke XIX di Jawa Barat. Apa legendanya? Legenda ini meliputi bidang; olahraga, musik, tari, audiovisual, seni, dan seterusnya. Kemudian kenapa Berjaya di tanah legenda? Karena mereka akan bertanding secara sportif di tanah Jawa Barat. Dengan menjungjung moto “sportifitas, prestasi, harmoni.” PON XIX juga menggunakan tag line “Jabar Kahiji”, sebuah pengharapan dan motivasi bahwa seyogyanya para petarung akan membawa kemenangan untuk daerah Jabar. Menjadi pemenang umum pada PON XIX 2016.


            Surili muda, yang menjadi maskot PON XIX juga telah disosialisasikan sejak bulan Januari 2016 lalu ke seluruh Indonesia, khusunya ke daerahdaerah Jawa Barat yang nantinya menjadi Venue pelaksanaan PON. Untuk cabang olahraga anggar sendiri akan dilaksanakan di hotel Harris, Jl. Peta Bandung. Pertandingan berlangsung dari tanggal 23 s.d 28 September 2016. Perhelatan ini gratis loh, terbuka untuk umum. Ayo kita dukung para atletatlet kita berjuang di tanah legenda dan menjadi juara, mewujudkan “Jabar Kahiji”.yk[]


Selamat bertanding kawankawan.. 

0 comments:

Post a Comment