Jembatan Emas Bangka_ Edisi Olwen
Olwen di Jembatan Emas, Bangka. |
“Bagi saya, arsitektur adalah sarana, bukan akhir.
Ini adalah sarana untuk membuat berbagai bentuk
kehidupan menjadi mungkin.”
—Bjarke Ingels—
Hari
terakhir di Bangka, Yunis memulai aktivitas tidak terlalu pagi seperti harihari
sebelumnya. Nampaknya daftar tempat dalam “bucket list”-nya sudah
menyurut, meski aku berani bertaruh pasti masih banyak tempat cantik lainnya
yang bisa dikunjungi. Mungkin untuk kali lain dan aku diajak serta lagi, xoxoxo…
Adalah
jembatan Emas, sebuah jembatan yang difungsikan sebagai penghubung antara
Kabupaten Bangka dengan kota Pangkalpinang yang menjadi tujuan utama Yunis
siang ini. Diperlukan sekitar limabelas menit dari pusat kota Pangkalpinang
untuk mencapai lokasi jembatan Emas. Sebagaimana perjalanan harihari di Bangka
yang sepi, hampir tidak ada lalulalang kendaraan menuju jembatan Emas. Mobil
yang kami tumpangi hanya sekali dua berpapasan dengan kendaraan lain. Padang
ilalang dan pepohonan tinggi sedang mengapit jalan beraspal di sepanjang
jalurnya. Mendekati jembatan, suasana berubah. Kapalkapal bongkar muat besar
nampak bersender di pelabuhan. Kapalkapal kecil berderet rapi mengikuti. Air
laut sedang surut, mencuatkan dasarnya membuat laut terlihat dangkal. Mobil
menepi di pangkal jembatan. Bersegera Yunis turun, pandangan matanya menyisir
suasana.
Dok pribadi - pemandangan dari atas jembatan Emas, Bangka. |
Sekilas
jembatan Emas nampak biasabiasa saja, tak ada beda dengan jembatan penghubung
pada umumnya. Sederhana, praktis, dan fungsional. Tanpa corak, catnya pun telah
banyak terkelupas. Meski demikian, kesan kokoh kental terasa beserta daya tarik
unik yang tak bisa dinafikan. Daya tarik itu pulalah yang membawa Yunis ke
jembatan Emas.
Dok pribadi - jembatan Emas, Bangka, dengan teknologi angkat atau jungkit. |
Dok pribadi - bagian nama jembatan dengan cat yang telah pudar. |
Menurut
berbagai sumber informasi yang Yunis baca dan pelajari, jembatan Emas memiliki
keunikan teknologi yang hanya ada di Indonesia dan menjadi satusatunya di Asia
Tenggara dengan tipe cable stayed with bascule bridge (jembatan angkat
atau jungkit), membentang sepanjang 784,5 meter dan lebar 23,2 meter. Jembatan yang
berada di wilayah Pangkalbalam ini menghubungkan daerah pinggiran pantai kota Pangkalpinang
(Ketapang) dan Air Anyir Kabupaten Bangka. Pembangunannya sendiri memakan waktu
7 tahun dengan biaya yang cukup fantastis.
Keunikan jembatan
Emas terlihat pada penggunaan mesin hidrolik. Mesin ini mengungkit jembatan
pada kemiringan tertentu ketika kapal besar melintas di bawah jembatan. Baik kapal
yang akan masuk ataupun keluar dari pelabuhan yang letaknya tak jauh dari
jembatan. Penamaan jembatan “Emas” adalah sebagai penghargaan, serta untuk
mengenang sosok Gubenur Kepulauan Bangka Belitung ke-2 yaitu, Eko Maulana Ali
Soeroso (E.M.A.S) yang menjabat selama dua periode, namun meninggal tahun 2013 sebelum
masa jabatannya yang kedua berakhir.
Meski sekarang
jembatan tidak difungsikan setiap hari—karena adanya sistem buka tutup berdasarkan
waktu yang telah ditentukan—namun jembatan Emas telah menjadi jalur alternatif
yang diminati masyarakat Bangka. Selain itu, jembatan Emas juga didaualat
menjadi salah satu ikon pulau Bangka dan menjadi destinasi wisata tambahan yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan dalam dan luar Bangka.
Dok pribadi - tanda dilarang masuk memagari bagian tengah jembatan. |
Pada sore
hari ketika jembatan tidak berfungsi, sepanjang jembatan akan diramaikan oleh
pedagang warungwarung kecil dadakan dengan aneka jajanan. Sambil menikmati jajanan,
wisatawan dapat melihat pemandangan sungai Batu Rusa dan muara Pantai Kuala—meskipun
kami tidak sempat menikmatinya—semoga ketika anda kemari, anda bisa merasakannya.yk[]
Foto by Icky - Yunis Kartika di Jembatan Emas, Bangka. |
“Arsitektur sampai taraf tertentu merupakan ekspresi
dari peradaban manusia.”
—Honore de Balzac—
PS : sila menulis komentar, membagikan
atau meninggalkan alamat web/blog-nya untuk bertukar sapa dan saling
mengunjungi.
0 comments:
Post a Comment