Kampung Toga Sumedang_ Edisi Lenice



Kampung Toga (KT) terletak di wilayah Sumedang, dekat dengan pusat kotanya. Beberapakali aku menemani Yunis kemari,  jika dia ingin menghening dan menjaga jarak sementara dari hirukpikuk kota. Selain lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Bandung, KT juga memiliki cita rasa hening yang Yunis butuhkan. Jarak tempuh yang diperlukan dari Bandung kurang lebih 2 jam sudah termasuk padat merayap di sekitaran Jatinangor dan Cadas Pangeran. Nilai tambah dengan pemandangan asri khas pegunungan dengan kontur berkelok dan pohonpohon pinus menjulang.


Seperti halnya hidup, sangat tidak menyenangkan jika hanya menemui jalan datar, lurus dan tanpa hambatan. Setiap kali pedal gas diinjak, selalu disertai rasa nikmat sensasi luar biasa. Kembali ke KT, lepas Cadas Pangeran dan sebuah papan besar disertai ucapan “Selamat datang di kota Sumedang”, kita akan menemui sebuah pertigaan. Ke kiri kita akan meneruskan perjalanan menuju Majalengka-Cirebon dan seterusnya, kemudian jika kita memilih lurus kita akan memasuki Sumedang Kota, maka pilihan terakhir adalah ke kanan. Jalur itulah yang akan membawa kita ke sebuah tempat dengan rumahrumah berbentuk ala vila dengan desain sunda yang disebut Kampung Toga. Tidak terlalu jauh, hanya sekitar 2 Km dari pertigaan tersebut.



Sepanjang jalan menuju KT, sisasisa persawahan masih terlihat. Tidak banyak memang, pembangunan perumahan nampak di sanasini menghiasi jalanan. Namun latar gunung masih memberikan rasa nyaman menjanjikan menuju tempat perheningan. Ada rasa haru menyergap ketika tiba. KT berada tepat di ujung jalan pegunungan. Rumahrumah panggung tertata sejajar dengan jarak yang diatur sedemikian rupa dengan tamantaman dan pohonpohon pinus berderet di jalur kirikanan jalan. Mengingat pinus, kenangan tertuju langsung pada sebuah pengunungan yang belum pernah kami kunjungi, hanya terekam kuat diingatan. Sedikit menyamakan dengan pinuspinus di pegunungan Alpen. Barangkali terlalu jauh, tapi begitulah ingatan spontan Yunis memberi gambaran tentang tempat ini.



Yunis selalu meminta rumah Kemuning, sebuah rumah yang tidak terlalu luas, mungil; hanya satu kamar dengan satu set kaca rias, dua buah kursi dan sebuah meja serta sebuah televisi 14 inch, ditambah sebuah kamar mandi lengkap dengan bath tub dan air hangat. Harganya juga tidak terlalu mahal. Kisaran di Rp. 250.000,- /hari sampai dengan Rp. 750.000,-/hari. View-nya langsung ke gunung dan persawahan yang masih cukup banyak dan bisa terlihat jelas dari teras belakang.


Yang khas dari KT adalah makanannya. Nasi liwet komplit dengan peda merah merupakan menu favorit. Makanan ini bisa dipesan berdasarkan kebutuhan alias sesuai porsi. Yunis tidak pernah sekalipun melewatkan santapan ini. Dijamin ketagihan. Nasi liwet ini dihidangkan juga dengan tempe mendoan, asin peda, sambal dan lalapan, juga karedok. Teh tawar panas semakin melengkapi kenikmatan bersantap hidangan ini.



Usai bersantap makanan khas KT, jangan lupa untuk melihat atau menikmati pemandangan dari puncak. Dimana di tempat ini kita juga bisa menikmati hidangan yang sama, atau menikmati segelas kopi hitam sambil memandang hamparan kota. Jika kamu suka olahraga paralayang, di KT menyediakan layanan ini. Olahraga paralayang yang mendebarkan hati. Surga dunia yang komplit bukan?


Tidak perlu mahal dan jauh. Hidup terlalu singkat untuk dilewatkan dengan menunggu. Jadi, masih harus mikir lagi?yk[]







3 comments:

Keren tempatnya Yun...makasih udah sharing

February 20, 2016 at 7:32 PM comment-delete

: iya samasama pak.. ^^ buat ngehening cocok pak..

February 20, 2016 at 8:04 PM comment-delete

Yunis the explorer....hehehe
I love indonesia pokoknya ya bu....diantos lanjutana ah...

February 20, 2016 at 9:16 PM comment-delete

Post a Comment